A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur Dalam dekade terakhir Insiden kecelakaan ataupun trauma yang menyebabakan terjadinya fraktur meningkat di Indonesia...
Tulang atau kerangka adalah penopang tubuh manusia. Tanpa tulang, pasti tubuh kita tidak bisa tegak berdiri. Tulang mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan, berlangsung terus sampai dekade kedua dalam susunan yang teratur. Fungsi tulang:
ü Sokongan
ü Perlindungan
ü Pergerakan
ü Pebentukan sel-sel darah penyimpanan mineral
Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, terjadinya kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir. Bahkan ironisnya penatalaksanaan untuk klien dengan fraktur yang dilakukan oleh tim medis sering kali tidak tepat karena kurangnya pengetahuan, sehingga menimbulkan komplikasi yang mengancam kehidupan penderita fraktur.
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana gambaran tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan klien dengan fraktur di di R.7 Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Ingin mengetahui Gambaran tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan klien dengan fraktur di di R.7 Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran asuhan keperawatan pada fraktur di R.7 RS gunung jati cirebon
b. Diketahuinya faktor penyebab terjadinya komplikasi dari fraktur akibat penyimpangan konsep teori asuhan keperawatan fraktur di dalam pelaksanaannya.
c. Membahas kesenjangan kasus di lapangan dengan tinjauan teoritis.
D. MANFAAT
1. manfaat penelitian teori
a. Sebagai wacana informasi mengenani asuhan keperawatan pada fraktur.
b. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
2. Manfaat penelitian praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan ilmu pengetahuan bagi peneliti sebgai bekal dalam penerapan asuhan keperawatan pada fraktur
b. Sebagai bahan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada kasus patah tulang.
c. Diharapkan dapat dicerna dengan mudah oleh instansi dan petugas kesehatan untuk meningkantan mutu pelayanannya, khususnya dalam penerapan asuhan keperawatan pada fraktur.
E. RUANG LINGKUP
Penelitian ini meneliti tentang gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan dengan fraktur di R.7 Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan juni 2009 dengan respondennya adalah klien yang menderita patah tulang serta petugas kesehatan setempat, khususnya pemberi pelayanan keperawatan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentuan sesuai dengan jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth : 2001).
2. Fraktur adalah patahan tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik ( Sylvia A. Price. Patofisiologi : 2005)
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( Arif Mansjoer : kapita selekta. 2005 : 346 )
4. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian ( Chairudin Rasyad, 1998 )
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan.
Berdasarkan garis fraktur dibedakan menjadi :
1. Fraktur komplit,bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
2. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
Berdasarkan jumlah garis fraktur, dibedakan menjadi :
1. Simple fraktur, bila hanya ada satu garis patah
2. Communitive fraktur, bila garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan atau bertemu
3. Segmental fraktur, bila fraktur lebih dari satu dan tidak saling berhubungan, misalnya frkatur 1/3 distal dan 1/3 proksimal
B. Anatomi fisiologi
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terdiri dari empat kategori ; tulang panjang( misal femur), tulang pendek ( misal tulang tarsalia ), tulang pipih ( misal sternum ), dan tulang tak teratur ( misal vertebra ). Bentk dn konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya.
Tulang tersusun atas jaringan tulang kanselous ( trabekular atau spongius ) atau kortikal ( kompak ). Tulang panjang bebentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau diafisis , terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselous. Plat epifisis memisahkan epifisis dari tulang diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami kalsifikasi. Ujung tulang p anjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya . tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan tulang pendek ( misal metakarpal ) terdiri dari tulang kanselous ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih ( misal sternum ) merupakan tempat penting untuk hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselous di antara dua tulang kompak. Tulang tak teratur ( misal vertebra ) mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya . secara umum struktur tulang tak teratur sama dengan tulang pipih.
Tulang tersusun atas sel , matriks, protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98 % kolagen dan 2% substansi dasar ( glukosaminoglikan / asam polisakarida, dan proteoglikan ). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon ( unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuklear ( berinti banyak ) yang berperan dalam penghancuran, reabsorpsi dan remodelling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamela. Di dalam lamela terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut dalam kanalikuli yang halus ( kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang dibagian luar diselimuti oleh membran fibrus padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum merupakan membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselous. Osteoklas, yang melautkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dalam lakuna Howsip ( cekungan pada permukaan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum ( batang ) tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah, yang terutama terletak di sternum, ilium, vertebra dan pada rusuk orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang kanselous menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal Volkman yang sangat kecil. Selain itu ada arteri nutrien yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melaui foramina ( lubang-lubang kecil ). Arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengikuti arteri ada yang keluar sendiri.
Proses penyembuhan tulang
Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondral. Ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut. Namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
1. Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi pendarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang, ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian diinvasi oleh makrofag ( sel darah putih besar ), yang akan memberishkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendelan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan in vasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast dan osteoblast ( berkembang dari ostosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan ( osteoid ). Dari periosteium, tampat pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikrominimal pada tempat patahan tulang. Tetapi, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan.
4. Penulangan kalus / osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang melaui proses penulangan endokondral, mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektromagnetif. Pada patahan tulang panjag orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.
5. Remodelling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselous-stress fungsional pada tulang. Tulang kanselous mengalami penyembuhan dan remodelling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodelling telah sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.
Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan seri sinar X. Immobilisasi harus memadai sampai tampak tanda-tanda adanya kalus pada gambaran sinar X. Kemajuan program terapi ( dalam hal ini pemasangan gips pada pasien yang mengalami patah tulang femur telah ditinggalkan dan diimobilisasi dengan traksi skelet )ditentukan dengan adanya bukti penyembuhan patah tulang.
Penyembuhan tulang dengan fragmen yang diaproksimasi kuat.
Bila patah tulang ditangani dengan teknik fiksasi kaku terbuka, fragmen tulang dapat diganti dengan kontak langsung. Gerakan pada patahan tulang dihilangkan. Dalam situasi seperti ini tahapan penyembuhan tulang berbeda, pembentukan hematoma tidak penting dan tidak diperhatikan. Hanya sedikit atau tidak ada sama sekali pembentukan tulang kalus rawan. Terjadi penyembuhan tulang primer.
Tulangi imatur terbentuk dari endosteum. Terjadi regenerasi intensif osteon baru, yang tumbuh pada garis patahan dengan proses yang sama dengan pemeliharaan tulang normal. Kekuatan tulang telah kembali ketika osteon baru sudah terbentuk secara sempurna . dengan fiksasi yang kaku, tulang mengalami penyembuhan melalui pembentukan kalus.
Stress lokal ( beban berat badan ) berperan untuk merangsang pembentukan tulang lokal dan remodelling. Tulang-tulang beban berat badan atau stress dihilangkan, seperti bila pasien dibiarkan berbaring lama, kalsium akan hilang dari tulang ( reabsorpsi) dan tulang menjadi osteoporotik dan lemah. Bila stress pada tulang berlebihan, dapat terjadi patahan atau nekrosis tulang.
C. Etiologi
1. Pukulan langsung
2. Gaya meremuk
3. Gerakan p untir mendadak
4. Osteoporosis
5. Trauma fisik
6. Kontraksi otot ekstrim
D. Klasifikasi
Menurut Chairudin Rasyad ( 1998 ), dibagi menjadi :
1. Fraktur traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan sehingga patah.
2. Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
3. Fraktur stress
Terjadi karena trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu
Berdasarkan lokasinya
1. Fraktur proksimal : dekat dengan sumbu tubuh
2. Fraktur medial : ditengah
3. Fraktur distal : menjauhi sumbu tubuh
Berdasarkan garis patahan
1. Komplet : bila garis patahnya menyebrang dari satu sisi ke sisi yang lain.
2. Inkomplet : bila tidak mengenai korteks sisi yang lain jadi masih ada korteks yang utuh.
Berdasakan jumlah garis patah
1. Fraktur simple : bila terdapat satu garis patah.
2. Fraktur multiple :
· Cominnuted fracture : bila garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
· Segmental fracture : bila terdapat lebih dari satu garis patah dan tidak saling berhubungan, dimana fraktur terjadi pada tulang yang sama.
Berdasarkan sudut patah
1. Fraktur transversal : fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
2. Fraktur oblik : fraktur yang garis patahnya membentuk sudut.
3. Fraktur spiral : timbul akibat torsi pada ekstremitas, khas terjadi pada pemain sky es.
4. Fraktur impaksi/kompreksi : terjadi ketika tulang menumbuk tulang ketiga berada diantaranya seperti pada vertebrae.
5. Fraktur depresi : fraktur dimana fragmen ditekan ke dalam.
6. Fraktur beban : terjadi pada orang dengan penambahan aktivitas yang berlebihan.
7. Fraktur avulsi : fraktur yang memisahkan satu fragmen tulang pada tempat tendon atau ligamen.
8. Fraktur sendi : terjadi karena trauma pada sendi.
E. Manifestasi klinis
1. Deformitas/kelainan bentuk
2. Bengkak/edema
3. Spasme otot
4. Memar
5. Nyeri
6. Kehilangan sensasi
7. Kehilangan fungsi
8. Mobilitas abnormal
9. Pemendekan tulang
F. Patofisiologi
Trauma
Kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan menarik
Fraktur
Fraktur terbuka
Fraktur tertutup
Terbukanya jaringan kulit
Adanya port de entree
Resiko tinggi infeksi
inkontinuitas jaringan
Menekan jaringan lunak
Merangsang substansi P untuk mengeluarkan zat kimia (HSBP) sebagai mekanoreseptor
Merangsang neuroreseptor
Disampaikan oleh serabut delta A dan C ke dorsal horn di medulla spinalis
Rusaknya pertahanan kulit
Terpasang skeletal traksi
Spasme otot
Menambah nyeri saat pergerakan
Pergerakan terbatas
Hambatan mobilitas fisik
Ketidakmampuan merawat diri
Defisit perawatan diri
Perubahan bentuk tubuh
Perubahan status psikologis dan status peran
Perubahan fungsi peran
Ansietas
Cortex cerebri
Thalamus
Traktus spinothalamikus
Nyeri dipersepsikan
G. KOMPLIKASI
Komplikasi awal :
1. Kerusakan arteri
2. Fat embolisme sindrom
3. Sindrom kompartemen
4. Infeksi
5. Nekrosus avaskular
6. DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation)
7. Syok
Komplikasi lanjut
1. Mal union : penyembuhan tidak pada lokasi yang baik.
2. Delayed union : keterlambatan proses penyembuhan.
3. Non union : kegagalan tulang untuk bergabung kembali.
G. Pemeriksaan diagnosis
1. X-ray neuro konduksi
2. Laboratorium
3. Angiografi
4. CT scan dan MRI
H. Penatalaksanaan
1. Rekognisi : menyangkut diagnosa fraktur ditempat kejadian dan di RS, perkiraan fraktur di tempat kejadian.
a. Nyeri dan bengkak lokal
b. Kelainan bentuk
c. Ketidakstabilan
d. Kepitus
e. Kerusakan jaringan lunak
2. Reduksi : usaha dan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
Metode :
a. Reduksi tertutup : nonsurgical, setelah direduksi pasang gips.
b. Reduksi terbuka : fiksasi interna.
c. Traksi : tarikan.
3. Retensi : mempertahankan fragmen tulang selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi : mempertahankan kembali fungsi dan kekuatan normal bagian yang fraktur.
I. Diagnosa keperawatan
I. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang.
TUM : mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
TUK : menunjukan pembentukan kalus/ mulai penyatuan fraktur yang tepat.
Intervensi
Rasional
1. Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi
2. Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
3. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut
4. Pertahankan posisi integritas traksi
5. Bantu meletakan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan
6. Bantu pasien saat relokasi ke lingkungan yang aman
7. Gunakan alat pelindung dan alat-alat adaptif
8. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tindakan keamanan pada area spesifik
1. Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan
2. Tempat tidur lembut/lentur dapat membuat deformasi gips yang sudah kering, mempengaruhi dengan penarikan traksi
3. Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi
4. Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot pemendekan untuk memudahkan posisi
5. Membantu posisi tempat pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal balik
6. Membantu mobilisasi
7. Untuk meningkatkan keamanan lingkungan dan membatasi mobilitas fisik
8. Menghindari tindakan/hal-hal yang membahayakan
II. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, alat traksi, gerakan fragmen tulang.
TUM : menyatakan nyeri hilang
TUK :
· Menunjukan tindakan santai
· Menunjukan pengguanaan teknik relaksasi
Intervensi
Rasional
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3. Hindari penggunaan sprei/bantal dibawah ekstremitas dalam gips
4. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
1. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang
2. Meninggikan aliran balik, vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
3. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips
4. Membantu menghilangkan ansietas
III. Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuro muskuler ,nyeri/ketidaknyamanan
TUM: meningkatkan / mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat paling tinggi yang memungkinkan
TUK: mempertahankan posissi fungsional
Intervensi
Rasional
1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera .
2. instruksikan pasien untuk melakukan ROM pada area yang tidak sakit dan sakit secara bertahap.
3. berikan papan kaki dan bebeat pegangan.
4. tempatkan pada posisi terlentang secara periodik bila diindikasikan.
5. obah posisi periodik dan dorong untuk latihan batuk / napas dalam.
6. bantu / dorong perawatan diri / kebersihan.
7. kolaborasi : rujuk ke terapi fisik
medik untuk program latihan.
8. berikan penguatan positis selama ktivitas
1. memerlukan intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2. meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningfkatkan ton us otot atau mempertahankan gerak sendi.
3. mempertahankan posisi fungsional ekstremitas dan memcegah komplikasi.
4. menurunkan resiko kon straktur fleksi panggul.
5. menurunkan insiden komplikasi kulit/ pernapasan.
6. meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi.
7. mengembalikan fungsi fisik.
8. memotivasi / memunuculkan aspek positive pada pasien.
IV. Gangguan harga diri / citra diri , penampilan peran b.d faktor biopsikosial, kehilangan bagian tubuh.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
- antisipasi perubahan pola hidup , takut penolakan / reaksi orang lain.
- Perasaan negative tentang tubuh.
- Fokus pada kekuatan masa lalu , fungsi atau penampilan
- Perasaan tidak berdaya, putus asa.
- Berfokus pada kehilngan bagian tubuh, tidak melihat / menyetuh bagian tubuh.
- Menerima perbahan dalam pola tanggung jawab / kapasitas fisikal biasa untuk melakukan peran.
Kriteria hasil :
- mulai menunjukan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri ( amputasi)
- mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative
- membuat rencana nyata untuk adaptasi peran baru / perubahan peran.
Intervensi
Rasional
1. kaji pertimbangan persiapan pasien
dan pandangan terhadap amputasi
2. dorong ekspresi ketakutan ,perasaan
negative dan kehilangan bagian tubuh.
3. beri pernyataan informasi pasca
operasi termasuk tipe / lokasi amputasi, tipe prostese bila tepat ( segera , lambat )
harapan tindakan pasca operasi,
termasuk kontrol nyeri dan rehabilitasi.
4. kaji derajat dukungan yag ada untuk pasien
5. diskusikan persepsi tentang diri dan hubungannya denganperubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam peran /`pola fungsi yang biasanya
6. dorong Prtisipasi dalam aktifitas sehari-hari. Brikan kesempatan untuk memandang merawat puntung menggunakan waktu untuk menunjukan tanda positif penyembuhan
7. dorong / berikan kunjungan oleh orang yang telah diamputasi, khususnya seseorang yang berhasil dalam rehabilitasi
8. berikan lingkungan yang terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah tentang seksualitasnya
9. perhatikan perilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata yang diterima
kolaborasi
10. diskusikan tersedianya berbagai sumber , contoh konseling psikiatrik / seksual, terapi kejujuran
1. pasien memandang amputasi sebagai
pemotongan hidup atau rekonstruksi akan
menerima diri yang baru lebih cepat. Pasien
dengan amputasi traumatik yang
mempettimbangkan amputasi menjadi akibat
kegagalan tindakan berada pada resiko tinggi
gangguan konsep diri.
2. ekspresi emosi membantu pasien
mulai menerima kenyataan dan
realitas hidup tanpa tungkai
3. memberikan kesempatan untuk menanyakan dan menstimulasi informasi dan mulai menerima perubahan gambaran diri dan fungsi yang dapat membantu penyembuhan
4. dukungan uang cukup dari orang terdekat dan teman dapt membantu proses rehabilitatif
5. membantu mengartikan asalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu pemecahan masalah sebagai contoh takut kehilangan kemandirian kemampuan kerja dsb
6. meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri
7. teman senasib yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak sebagai model peran dan dapat memberikan keabsahan pernyataan dan juga harapan untuk pemulihan dan masa depan normal
8. meningkatkan pernyataan dan keyakinan / nilai tentang subjek positif dan mengidentifikasi kesalahan konsep/ mitos yang dapat mempengaruhi penilaian situasi
9. mengidentifikasi tahap berduka / kebutuhan untuk intervensi
10. dibutuhkan dalam masalah ini untuk membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi
memberikan kesempatan untuk menanyakan
dan mangasimilasi informasi dan mulai
menerima perubahan ganbaran diri dan
fungsi yang dapat membantu penyembuhan
dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitatif
V. Risiko tinggi terjadinya infeksi b.d terbukanya jaringan kulit dan luka basah.
Intervensi
Rasional
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
a. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang
b. Meninggikan aliran balik, vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
c. Membantu menghilangkan ansietas
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Seiring dengan perkembangan era globalisasi salah satu negara yang merasakan dampakya adalah Indonesia, yang mana untuk setiap kegiatan kehidupannya masyarakat mayoritas menggunakan alat bantu berupa kendaraan bermotor yang sangat mempunyai nilai andil besar terhadap angka kejadian patah tulang. Saat ini angka kejadian kasus patah tulang di Indonesia semakin meningkat khususnya di wilayah cirebon.
A. Definisi
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentuan sesuai dengan jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth : 2001).
2. Fraktur adalah patahan tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik ( Sylvia A. Price. Patofisiologi : 2005)
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( Arif Mansjoer : kapita selekta. 2005 : 346 )
4. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian ( Chairudin Rasyad, 1998 )
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan.
Berdasarkan garis fraktur dibedakan menjadi :
1. Fraktur komplit,bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
2. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
Berdasarkan jumlah garis fraktur, dibedakan menjadi :
1. Simple fraktur, bila hanya ada satu garis patah
2. Communitive fraktur, bila garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan atau bertemu
3. Segmental fraktur, bila fraktur lebih dari satu dan tidak saling berhubungan, misalnya frkatur 1/3 distal dan 1/3 proksimal
B. Anatomi fisiologi
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terdiri dari empat kategori ; tulang panjang( misal femur), tulang pendek ( misal tulang tarsalia ), tulang pipih ( misal sternum ), dan tulang tak teratur ( misal vertebra ). Bentk dn konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya.
Tulang tersusun atas jaringan tulang kanselous ( trabekular atau spongius ) atau kortikal ( kompak ). Tulang panjang bebentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau diafisis , terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselous. Plat epifisis memisahkan epifisis dari tulang diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami kalsifikasi. Ujung tulang p anjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya . tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan tulang pendek ( misal metakarpal ) terdiri dari tulang kanselous ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih ( misal sternum ) merupakan tempat penting untuk hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselous di antara dua tulang kompak. Tulang tak teratur ( misal vertebra ) mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya . secara umum struktur tulang tak teratur sama dengan tulang pipih.
Tulang tersusun atas sel, matriks, protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98 % kolagen dan 2% substansi dasar ( glukosaminoglikan / asam polisakarida, dan proteoglikan ). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon ( unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuklear ( berinti banyak ) yang berperan dalam penghancuran, reabsorpsi dan remodelling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamela. Di dalam lamela terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut dalam kanalikuli yang halus ( kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang dibagian luar diselimuti oleh membran fibrus padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum merupakan membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselous. Osteoklas, yang melautkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dalam lakuna Howsip ( cekungan pada permukaan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum ( batang ) tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah, yang terutama terletak di sternum, ilium, vertebra dan pada rusuk orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang kanselous menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal Volkman yang sangat kecil. Selain itu ada arteri nutrien yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melaui foramina ( lubang-lubang kecil ). Arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengikuti arteri ada yang keluar sendiri.
Proses penyembuhan tulang
Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondral. Ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut. Namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
1. Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi pendarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang, ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian diinvasi oleh makrofag ( sel darah putih besar ), yang akan memberishkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendelan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan in vasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast dan osteoblast ( berkembang dari ostosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan ( osteoid ). Dari periosteium, tampat pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikrominimal pada tempat patahan tulang. Tetapi, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan.
4. Penulangan kalus / osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang melaui proses penulangan endokondral, mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektromagnetif. Pada patahan tulang panjag orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.
5. Remodelling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselous-stress fungsional pada tulang. Tulang kanselous mengalami penyembuhan dan remodelling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodelling telah sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.
Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan seri sinar X. Immobilisasi harus memadai sampai tampak tanda-tanda adanya kalus pada gambaran sinar X. Kemajuan program terapi ( dalam hal ini pemasangan gips pada pasien yang mengalami patah tulang femur telah ditinggalkan dan diimobilisasi dengan traksi skelet )ditentukan dengan adanya bukti penyembuhan patah tulang.
Penyembuhan tulang dengan fragmen yang diaproksimasi kuat.
Bila patah tulang ditangani dengan teknik fiksasi kaku terbuka, fragmen tulang dapat diganti dengan kontak langsung. Gerakan pada patahan tulang dihilangkan. Dalam situasi seperti ini tahapan penyembuhan tulang berbeda, pembentukan hematoma tidak penting dan tidak diperhatikan. Hanya sedikit atau tidak ada sama sekali pembentukan tulang kalus rawan. Terjadi penyembuhan tulang primer.
Tulangi imatur terbentuk dari endosteum. Terjadi regenerasi intensif osteon baru, yang tumbuh pada garis patahan dengan proses yang sama dengan pemeliharaan tulang normal. Kekuatan tulang telah kembali ketika osteon baru sudah terbentuk secara sempurna . dengan fiksasi yang kaku, tulang mengalami penyembuhan melalui pembentukan kalus.
Stress lokal ( beban berat badan ) berperan untuk merangsang pembentukan tulang lokal dan remodelling. Tulang-tulang beban berat badan atau stress dihilangkan, seperti bila pasien dibiarkan berbaring lama, kalsium akan hilang dari tulang ( reabsorpsi) dan tulang menjadi osteoporotik dan lemah. Bila stress pada tulang berlebihan, dapat terjadi patahan atau nekrosis tulang.
C. Etiologi
Menurut Oswari E (1993)
a. Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
b. Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Menurut Barbara C Long (1996)
Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
Fraktur patologi (oleh karena patogen, kelainan)
Patah karena letih
D. Klasifikasi
Menurut Chairudin Rasyad ( 1998 ), dibagi menjadi :
1. Fraktur traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan sehingga patah.
2. Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
3. Fraktur stress
Terjadi karena trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu
Berdasarkan lokasinya
1. Fraktur proksimal : dekat dengan sumbu tubuh
2. Fraktur medial : ditengah
3. Fraktur distal : menjauhi sumbu tubuh
Berdasarkan garis patahan
1. Komplet : bila garis patahnya menyebrang dari satu sisi ke sisi yang lain.
2. Inkomplet : bila tidak mengenai korteks sisi yang lain jadi masih ada korteks yang utuh.
Berdasakan jumlah garis patah
1. Fraktur simple : bila terdapat satu garis patah.
2. Fraktur multiple :
• Cominnuted fracture : bila garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
• Segmental fracture : bila terdapat lebih dari satu garis patah dan tidak saling berhubungan, dimana fraktur terjadi pada tulang yang sama.
Berdasarkan sudut patah
1. Fraktur transversal : fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
2. Fraktur oblik : fraktur yang garis patahnya membentuk sudut.
3. Fraktur spiral : timbul akibat torsi pada ekstremitas, khas terjadi pada pemain sky es.
4. Fraktur impaksi/kompreksi : terjadi ketika tulang menumbuk tulang ketiga berada diantaranya seperti pada vertebrae.
5. Fraktur depresi : fraktur dimana fragmen ditekan ke dalam.
6. Fraktur beban : terjadi pada orang dengan penambahan aktivitas yang berlebihan.
7. Fraktur avulsi : fraktur yang memisahkan satu fragmen tulang pada tempat tendon atau ligamen.
8. Fraktur sendi : terjadi karena trauma pada sendi.
E. Manifestasi klinis
1. Deformitas/kelainan bentuk
2. Bengkak/edema
3. Spasme otot
4. Memar
5. Nyeri
6. Kehilangan sensasi
7. Kehilangan fungsi
8. Mobilitas abnormal
9. Pemendekan tulang
F. Patofisiologi
G. KOMPLIKASI
Komplikasi awal :
1. Kerusakan arteri
2. Fat embolisme sindrom
3. Sindrom kompartemen
4. Infeksi
5. Nekrosus avaskular
6. DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation)
7. Syok
Komplikasi lanjut
1. Mal union : penyembuhan tidak pada lokasi yang baik.
2. Delayed union : keterlambatan proses penyembuhan.
3. Non union : kegagalan tulang untuk bergabung kembali.
G. Pemeriksaan diagnosis
1. X-ray neuro konduksi
2. Laboratorium
3. Angiografi
4. CT scan dan MRI
H. Penatalaksanaan
1. Rekognisi : menyangkut diagnosa fraktur ditempat kejadian dan di RS, perkiraan fraktur di tempat kejadian.
a. Nyeri dan bengkak lokal
b. Kelainan bentuk
c. Ketidakstabilan
d. Kepitus
e. Kerusakan jaringan lunak
2. Reduksi : usaha dan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
Metode :
a. Reduksi tertutup : nonsurgical, setelah direduksi pasang gips.
b. Reduksi terbuka : fiksasi interna.
c. Traksi : tarikan.
3. Retensi : mempertahankan fragmen tulang selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi : mempertahankan kembali fungsi dan kekuatan normal bagian yang fraktur.
I. Diagnosa keperawatan
I. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang.
TUM : mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
TUK : menunjukan pembentukan kalus/ mulai penyatuan fraktur yang tepat.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi
2. Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
3. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut
4. Pertahankan posisi integritas traksi
5. Bantu meletakan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan
6. Bantu pasien saat relokasi ke lingkungan yang aman
7. Gunakan alat pelindung dan alat-alat adaptif
8. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tindakan keamanan pada area spesifik 1. Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan
2. Tempat tidur lembut/lentur dapat membuat deformasi gips yang sudah kering, mempengaruhi dengan penarikan traksi
3. Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi
4. Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot pemendekan untuk memudahkan posisi
5. Membantu posisi tempat pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal balik
6. Membantu mobilisasi
7. Untuk meningkatkan keamanan lingkungan dan membatasi mobilitas fisik
8. Menghindari tindakan/hal-hal yang membahayakan
II. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, alat traksi, gerakan fragmen tulang.
TUM : menyatakan nyeri hilang
TUK :
• Menunjukan tindakan santai
• Menunjukan pengguanaan teknik relaksasi
Intervensi Rasional
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3. Hindari penggunaan sprei/bantal dibawah ekstremitas dalam gips
4. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera 1. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang
2. Meninggikan aliran balik, vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
3. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips
4. Membantu menghilangkan ansietas
III. Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuro muskuler ,nyeri/ketidaknyamanan
TUM: meningkatkan / mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat paling tinggi yang memungkinkan
TUK: mempertahankan posissi fungsional
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera .
2. instruksikan pasien untuk melakukan ROM pada area yang tidak sakit dan sakit secara bertahap.
3. berikan papan kaki dan bebeat pegangan.
4. tempatkan pada posisi terlentang secara periodik bila diindikasikan.
5. obah posisi periodik dan dorong untuk latihan batuk / napas dalam.
6. bantu / dorong perawatan diri / kebersihan.
7. kolaborasi : rujuk ke terapi fisik
medik untuk program latihan.
8. berikan penguatan positis selama ktivitas 1. memerlukan intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2. meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningfkatkan ton us otot atau mempertahankan gerak sendi.
3. mempertahankan posisi fungsional ekstremitas dan memcegah komplikasi.
4. menurunkan resiko kon straktur fleksi panggul.
5. menurunkan insiden komplikasi kulit/ pernapasan.
6. meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi.
7. mengembalikan fungsi fisik.
8. memotivasi / memunuculkan aspek positive pada pasien.
IV. Gangguan harga diri / citra diri , penampilan peran b.d faktor biopsikosial, kehilangan bagian tubuh.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
- antisipasi perubahan pola hidup , takut penolakan / reaksi orang lain.
- Perasaan negative tentang tubuh.
- Fokus pada kekuatan masa lalu , fungsi atau penampilan
- Perasaan tidak berdaya, putus asa.
- Berfokus pada kehilngan bagian tubuh, tidak melihat / menyetuh bagian tubuh.
- Menerima perbahan dalam pola tanggung jawab / kapasitas fisikal biasa untuk melakukan peran.
Kriteria hasil :
- mulai menunjukan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri ( amputasi)
- mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative
- membuat rencana nyata untuk adaptasi peran baru / perubahan peran.
Intervensi Rasional
1. kaji pertimbangan persiapan pasien
dan pandangan terhadap amputasi
2. dorong ekspresi ketakutan ,perasaan
negative dan kehilangan bagian tubuh.
3. beri pernyataan informasi pasca
operasi termasuk tipe / lokasi amputasi, tipe prostese bila tepat ( segera , lambat )
harapan tindakan pasca operasi,
termasuk kontrol nyeri dan rehabilitasi.
4. kaji derajat dukungan yag ada untuk pasien
5. diskusikan persepsi tentang diri dan hubungannya denganperubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam peran /`pola fungsi yang biasanya
6. dorong Prtisipasi dalam aktifitas sehari-hari. Brikan kesempatan untuk memandang merawat puntung menggunakan waktu untuk menunjukan tanda positif penyembuhan
7. dorong / berikan kunjungan oleh orang yang telah diamputasi, khususnya seseorang yang berhasil dalam rehabilitasi
8. berikan lingkungan yang terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah tentang seksualitasnya
9. perhatikan perilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata yang diterima
kolaborasi
10. diskusikan tersedianya berbagai sumber , contoh konseling psikiatrik / seksual, terapi kejujuran
1. pasien memandang amputasi sebagai
pemotongan hidup atau rekonstruksi akan
menerima diri yang baru lebih cepat. Pasien
dengan amputasi traumatik yang
mempettimbangkan amputasi menjadi akibat
kegagalan tindakan berada pada resiko tinggi
gangguan konsep diri.
2. ekspresi emosi membantu pasien
mulai menerima kenyataan dan
realitas hidup tanpa tungkai
3. memberikan kesempatan untuk menanyakan dan menstimulasi informasi dan mulai menerima perubahan gambaran diri dan fungsi yang dapat membantu penyembuhan
4. dukungan uang cukup dari orang terdekat dan teman dapt membantu proses rehabilitatif
5. membantu mengartikan asalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu pemecahan masalah sebagai contoh takut kehilangan kemandirian kemampuan kerja dsb
6. meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri
7. teman senasib yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak sebagai model peran dan dapat memberikan keabsahan pernyataan dan juga harapan untuk pemulihan dan masa depan normal
8. meningkatkan pernyataan dan keyakinan / nilai tentang subjek positif dan mengidentifikasi kesalahan konsep/ mitos yang dapat mempengaruhi penilaian situasi
9. mengidentifikasi tahap berduka / kebutuhan untuk intervensi
10. dibutuhkan dalam masalah ini untuk membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi
memberikan kesempatan untuk menanyakan
dan mangasimilasi informasi dan mulai
menerima perubahan ganbaran diri dan
fungsi yang dapat membantu penyembuhan
dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitatif
V. Risiko tinggi terjadinya infeksi b.d terbukanya jaringan kulit dan luka basah.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera a. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang
b. Meninggikan aliran balik, vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
c. Membantu menghilangkan ansietas
BAB III
VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. VARIABEL
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang memberikan secara langsung kepada klian atau pasien yang berada di seluruh tatanan kehidupan kesehatan.. Pelaksanaan asuhan kperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan mendiagnosa status kesehatan pasien, merumuskan hasil- yang dicapai, menentukan intervensi, dan mengevaluasi mutu dan hasil asuhan keperawatan yang dialkukan terhadap klien yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawata, perencanaan, implementasi, evaluasi, dokumentasi. Dalam penelitian ini penulis akan meneliti tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan yang meliputi tindakan monitoring, tindakan keperawatan, tindakan dan kolaborasi. Adapun variabelnya yaitu sebagai berikut.
1. Variabel Karakteristik
- Usia
- Pendidikan
- Social ekonomi
- Pekerjaan
2. Variabel perawatan/ Asuhan keperawatan
- Mobilisasi
- Diit
- Pengobatan
B. DEFINISI OPERASIONAL
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala Ukur
Usia
Pendidikan
Jenis kelamin
TTV (tanda Vital)
Mobilisasi
Diit
ADL
Therapi pengobatan
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologik
Sosial ekonomi Usia responden yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir
Jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti dan ditamatkan responden
Ciri seksual responden
Pemeriksaan yang meliputi TD, Nade, pernapasan, suhu yang dilakukan setiap hari untuk mengetahui kondisi vital klien
Latihan pergerakan sendi ekstremitas untuk mencegah terjadinya kontraktur
Pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan untuk setiap harinya
Aktifitas sehari-hari responden guna memnuhi kebutuhan dasar hidup
Tindakan pemberian obat kepada pasien yang diberikan atas intrtuksi dokter untuk mengurangi gejala yang dirasakan klien
Pemeriksaaan yang menggunakan samperl darah, urine, faeces, dll. Guna memperkuat penegakan diagnosa.
Pemeriksaan yang dilakukan menggunakan sinar radioaktif
tingkat kesejahteraan responden yang dinilai dengan menggunakan kuesioner resmi yang dikeluarkan oleh BKKBN.
Studi dokumentasi
Wawancara
Studi dokumentas
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Studi dokumentasi
Study dokumentasi
Studi dokumentasi
wawancara
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
checklist 1. 20-30 th
2. 31-40 th
3. >40 th
1. Tamat sd 2.Tamat smp 3.Tamat sma
4. Tamat PT
1. Laki-laki
2. perempuan
1. dilakukan 3x/hari
2. dilakukan <3x/hari
3. Tidak pernah dilakukan
1. sering
2. jarang
3. tidak pernah
1. makanan padat
2. makanan sedang
3. makanan lunak
1. dibantu perawat
2. dibantu keluarga
3. mandiri
1. Efektif (sesuai jadwal)
2. Tidak efektif (tidak sesuai jadwal)
1. Diperiksa
2. Tidak diperiksa
1. Dilaksanakan
2. tidak dilaksanakan
1. keluarga pra sejahtera
2. keluarga sejahtera I
3. keluarga sejahtera II
4. keluarga sejahtera III
5. keluarga sejahtera III plus Ordinal
Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Nominal
Ordinal
ordinal
Ordinal
Ordinal
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deskriftif, yang dimaksud dengan penelitian deskriftif ini adalah penelitian yang akan menggambarkan seluruh objek penelitian atau populasi tanpa sampling. Kalaupun mengambil sample, maka panelitian ini hanya untuk sample itu sendiri.. ( Singaribun. 2006, sugiono. 2007; rcham 2007).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah klien dengan fraktur yang dirawat di ruang bedah RSUD Gunung Jati pada tahun 2009.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah klien dengan fraktur yang dirawat di ruang bedah RSUD gunung jati pada bulan juni 2009. Dengan menggunakan sistem incidental sampling, dikarenakan waktu yang terbatas.
C. Pengukuran dan pengamatan Variabel Penelitian
Pengukuran dan pengamatan yang digunakn dalam penelitan ini adalah dengan instrument pengumpulan data dengan menggunakan checklist yang dirancang untuk mengetahui gambaran pelaksanaan asuhan keperawatn klien dengan fraktur di ruang bedah RSUD gunung jati Cirebon.
D. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang dilakukan mulai bulan juni tahun 2009 yaitu merupakan data primer dengan cara wawancara serta dengan study dokumentasi terhadap responden yaitu klien dengan fraktur yang dirawat d ruang bedah RSUd gnung Jati Cirebon yang masuk kedalam daftar sampel
E. Pengolahan Data
Adapun proses pengolahan data dilakukan setelah dikumpulkan lengkap, dan dilakukan pengelompokan terlebih dahulu dan dihtung dan dimasukan secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program for Social Sciense) yang selanjutnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan narasi.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Editing
Data yang dikumpulkan dari wawancara dan studi dokumentasi pada klien dengan fraktur di ruang bedah RSUD gunung Jati cirebon pada bulan juni 2009, dilakukan edit data untuk memastikan bahwa data yang telah diisi lengkap oleh variabel yang ingin diteliti, sehingga dapat menghasilkan data yang akurat untuk pengolahan data selanjutnya.
2. Coding/ pengkodean
Setelah data yang diedit pada pengolahan data sebelumnya, kemudian dilakukan proses pemberian kode pada data yang akan dianalisa dan dilakukan pencatatan sesuai dengan kode-kode.
3. Entry
Dilakukan dengan cara memindahkan isian lembar data kedalam tabel untuk memudahkan perhitungan statistik.
4. Cleaning
Melakukan pengecekan kembali data yang udah dimasukan, dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat frekwensi dari yang diteliti.
F. Tehnik Analisa Data
Data yang yeng telah diolah dianalisa dengan cara analisis univariat dengan menggunakan program komputer yaitu program SPSS (Statistical programe for social science).
Analisa univariat dilakukan untu melihat gambaran tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa unucvariat menggunakan distribusi frekuensi relatif dimana frekwensi tiap kelas/ kategori diubah dalam bentuk prosentase dengan menggunakan rumus..
P = F x 100%
N
Keterangan:
P: Prosentase
F: frekwensi (Jumlah jawaban yang benar)
N: Jumla soal/populasi
(Notoatmojo; 2002)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Doungoes, marilyn E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, Jakarta. EGC.
Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Media Aesculapius, Jakarta, FKUI
NANDA, 2001-2002,Nursing Diagnosis: Definitions and Classification. Philadelphia,USA
Notoatmojo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar, Rineka Cipata, Jakarta.
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
Suddart & Brunner, 2002, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Jakarta: EGC
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
waduh sepi geuning????
ReplyDelete