BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Kurikulum pendidikan DIII Keperawatan tentang mata ajaran Keperawatan Komunitas III, guna menambah wawasan dan pengalaman belajar mahasiswa diperlukan suatu Praktek Belajar lapangan (PBL) sebagai wadah penerapan dari teori-teori yang telah diterima oleh mahasiswa ke dalam tatanan yang nyata.
Praktek Belajar lapangan juga berguna untuk mempersiapkan mahasiswa agar mampu menghadapi tugas-tugas dalam memberi pelayanan kepada masyarakat atau komunitas.
Untuk mencapai hal tersebut, maka di perlukan kegiatan Pembangunan kesehatan masyarakat desa sebagai wadah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Lahan praktek yang digunakan ialah Desa Cimaranten Kecamatan Cipicung Kabupaten Kuningan.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang keadaan kesehatan masyarakat desa Cimaranten untuk dijadikan barometer bagi peningkatan derajat kesehatan khususnya di desa Cimaranten.
C. Waktu dan tempat
Pelaksanaan Praktek Belajar lapangan Pembangunan Masyarakat Desa dilakukan mulai tanggal 11 Mei 2009 sampai dengan tanggal 30 Mei 2009 di Desa Cimaranten Kecamatan CIpicung Kabupaten Kuningan.
D. Langkah-Langkah PKMD
Kegiatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa dimulai dengan pertemuan tingkat desa dan orientasi wilayah pada tanggal 11 Mei 2009 dilanjutkan dengan survey Mawas Diri (SMD) pada seluruh penduduk desa Cimaranten pada tanggal 12 Mei 2009 sampai dengan tanggal 15 Mei 2009. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan tabulasi dan analisa data pada tanggal 16 Mei 2009 sampai 20 Mei 2009. Tanggal 20 Mei 2009 dilakukan penyusunan Planning Of Action yang dilanjutkan dengan kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa pada tanggal 21 Mei 2009. Dari hasil Survey Mawas Diri di temukan beberapa permasalahan pada masyarakat yang kemudian ditetapkan sebagai Plan Of Action untuk pembangunan kesehatan masyarakat desa dalam musyawarah masyarakat desa.
E. Sistematika Penyusunan laporan
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Waktu dan Tempat, Langkah-langkah PKMD, dan Sistematika Penyusunan Laporan.
BAB II : Tinjauan Teoritis terdiri dari uraian materi tentang Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa, Puskesmas, Perawat, dan Perawatan Kesehatan Masyarakat.
BAB III : Pelaksanaan PKMD yang terdiri dari persiapan , pelaksanaan,dan evaluasi.
BAB IV : Penutup yang akan menguraikan tentang kesimpulan, faktor penunjang dan penghambat, serta saran.
BAB III
HASIL KEGIATAN PKMD
A. Persiapan
Sebelum melaksanakan kegiatan PKL - PKMD dilapangan kami mengikuti beberapa persiapan yang meliputi :
1. Mengikuti pembekalan selama lima hari terhitung dari tanggal 4 – 9 Mei 2009.
2. Mengadakan diskusi kelompok untuk membicarakan hal-hal yang diperlukan selama kegiatan PKL - PKMD.
3. Mengikuti mata kuliah keperawatan komunitas I, II, III dan keperawatan keluarga selama tiga semester yaitu semester tiga , lima dan enam.
4. Mengikuti pengarahan tentang pelaksanaan praktek dari pembimbing akademik.
5. Mempersiapkan akomodasi yang diperlukan selama PKL - PKMD.
6. Orientasi Wilayah yang diikuti oleh perwakilan kelompok pada tanggal 7 Mei 2009.
B. Pelaksanaan
1. Serah terima mahasiswa
a. Serah terima Mahasiswa di Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan
Penerimaan mahasiswa di Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan tanggal 11 Mei 2009. Acara penyerahan dan penerimaan mahasiswa serta pembekalan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan dan Puskesmas Cipicung dimulai pukul 08.00 WIB dan selesai pada pukul 12.00 WIB. Acara tersebut dihadiri oleh seluruh mahasiswa, pembimbing akademik, Promkes Dinas Kesehatan Kuningan beserta staf, Kepala Puskesmas Kecamatan Cipicung beserta staf, Kepala Desa , Cimaranten, Cipicung, Sukamukti, Salareuma, Pamulihan, Suganangan, dan Susukan.
Kemudian Mahasiswa diantarkan ke tempat tujuan oleh pembimbing akademik beserta Kepala Desa ke desa. Mahasiswa datang di Desa Cimaranten pukul 13.00 WIB langsung ditempatkan di penginapan.
2. Pertemuan Tingkat Desa
Pertemuan Tingkat Desa dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2009 pukul 10.00 WIB bertempat di balai Desa Cimaranten.,dihadiri oleh seluruh aparat desa dan Ibu-ibu kader PKK Desa Cimaranten serta perwakilan dari pihak Puskesmas dan bidan desa cimaranten. Acara ini diisi dengan perkenalan dan penyampaian maksud dan tujuan PKL-PKMD. Setelah itu dilakukan orientasi wilayah yang dipimpin oleh aparat desa dan Para kader.
Survey Mawas Diri (SMD) Adalah suatu kegiatan pengumpulan data dan keterangan mengenai kesehatan masyarakat setempat baik yang berupa potensi yang dimiliki masyarakat maupun yang merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. SMD dilakukan selama tiga hari mulai tanggal 12-15 Mei 2009. SMD dilaksanakan dengan cara mengunjungi setiap rumah penduduk dan mengadakan wawancara dengan kepala keluarga atau anggota keluarga lainnya.
Kami melaksanakan pendataan disetiap RT. Masing-masing RT didata oleh 1 orang mahasiswa dan didampingi oleh 1 orang kader Posyandu.
Kemudian data tersebut ditabulasi. Tabulasi data adalah proses penghitungan jumlah, kemudian mengelompokkan dan memasukkan data sesuai dengan data yang telah dikumpulkan dan memasukkan data tersebut kedalam bentuk tabel ataupun catatan. Tabulasi data kami lakukan secara bertahap. Setiap pendataan kami langsung merekapitulasi datanya kemudian setelah semua data didapat kami langsung membuat tabel.
Adapun tujuan dari kegiatan tabulasi ini adalah untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat dan untuk mengetahui sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat.
Adapun data – data yang kami peroleh sebagai berikut :
a. Data Umum
1) Data Geografi
a) Luas Wilayah : Ha.
b) Batas Wilayah
Sebelah Utara : Desa Pamulihan
Sebelah Selatan : Desa Taraju dan Babakan Reuma
Sebelah Barat : Desa Sindang Barang
Sebelah Timur : Desa Cipicung dan Susukan
Peta Desa : Dilampirkan
c) Jumlah Penduduk : 2556 Jiwa
Laki-laki : 1316 Jiwa.
Perempuan : 1260 Jiwa.
2) Sarana Transportasi
a) Keadaan jalan : Baik
b) Kendaraan bisa lewat : Roda dua dan roda empat
3) Sarana Ibadah
a) Mesjid : 2 buah
b) Musholla : 12 buah
4) Sarana Pendidikan
• 1.SDN I Cimaranten
• 2.SDN II Cimaranten
5) Pelayanan Kesehatan
a) Puskesmas : tidak ada
b) Puskesmas Pembantu : 1 Buah
c) Bidan Desa : 1 Orang
d) Posyandu : 3 Buah
e) Kader : 15 Orang
6) Informasi / Komunikasi
a) Penyebaran berita dari masyarakat
- Speaker : ada
- Wawar : ada
- Radio : ada
- Televisi : ada
b) Sumber informasi yang dapat dipercaya
- Kepala Desa : ada
- Petugas Kesehatan : ada
- Tokoh Masyarakat : ada
c) Pusat penyebaran informasi
- Arisan : ada
- Pengajian : ada
7) Data Hasil Survey Mawas Diri
Data hasil SMD terdaftar dalam table-tabel pada halaman berikutnya.
b. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
Survey Mawas Diri yang telah dilakukan di Desa Cimaranten kecamatan Cipicung kabupaten kuningan yang meliputi tiga dusun, dan lima belas RT telah selesai dilaksanakan selama tiga hari dari tanggal 12 Mei 2009 sampai dengan tanggal 14 Mei 2009 yang kemudian dilaksanakan tabulasi data pada tanggal 15 Mei 2009 sampai dengan tanggal 17 Mei 2009. Kemudian dilaksanakan persiapan Musyawarah Masyarakat Desa dan penyebaran undangan.
TABEL 1
DISTRIBUSI PENDUDUK BERDASARKAN USIA
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN]
TAHUN 2008
No Kelompok Umur L P Jumlah %
1 0 - 11 Bln 11 16 27 1,43
2 1 - 4 tahun 48 61 109 5,76
3 5 - 6 tahun 38 37 75 4
4 7 - 14 tahun 162 157 319 16,85
5 15 - 49 tahun 481 472 953 50,34
6 50 - 59 tahun 84 110 194 10,24
7 >60 tahun 120 96 216 11,41
Jumlah 944 949 1893 100
Keterangan : Dari data di atas didapatkan bahwa penduduk desa Kertawinangun sebagian besar berusia 15-49 tahun, 50.34%
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 1
DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 2
DISTRIBUSI PENDUDUK BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Tingkat Pendidikan Jumlah %
1 Tidak Pernah Sekolah 36 1,9
2 Belum Sekolah 177 9,35
3 Tidak Tamat SD 61 3,22
4 Belum Tamat SD 282 14,9
5 Tamat SD / Sederajat 637 33,65
6 Tamat SLTP / Sederajat 316 16,7
7 Tamat SLTA / Sederajat 327 17,27
8 Tamat PT / Akademi 57 3,01
Jumlah 1893 100
Keterangan : Dari data di atas didapatkan bahwa penduduk desa Kertawinangun sebagian besar berpendidikan SD, yaitu 33,65 %
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 2
DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 3
DISTRIBUSI PENDUDUK BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
N0 Mata Pencaharian Jumlah %
1 Petani 182 16.26
2 Pedagang 49 4.37
3 Buruh Tani 162 14.48
4 Peternak 3 0.27
5 Pengusaha Industri 9 0.8
6 Pekerja Buruh Kasar 81 7.24
7 Pengrajin 0 0
8 PNS(TNI/POLRI/SIPIL) 41 3.66
9 Karyawan Swasta 112 10.01
10 Pensiunan 11 0.98
11 Lain-lain 469 41.91
Jumlah 1119 100
Keterangan : Dari data di atas didapatkan bahwa penduduk desa Kertawinangun bermata pencaharian Sebagai petani
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 3
DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 4
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN JENIS PENYAKIT
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
N0 Jenis Penyakit Jumlah %
1 Maag 212 27,568
2 Reumatik 126 16,385
3 Gatal – Gatal (alergi) 99 12,874
4 Hipertensi 94 12,224
5 Sakit Gigi 79 10,273
6 Influenza 46 5,9818
7 Anemia 37 4,8114
8 Asma 27 3,5111
9 Sariawan 26 3,381
10 Katarak 23 2,9909
jumlah 769 100
Keterangan : Dari data di atas terlihat penyakit maag menduduki urutan pertama yaitu sebanyak 212, yaitu 27,568 %
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 4
DISTRIBUSI PENDUDUK BERDASARKAN JENIS PENYAKIT
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 5
JUMLAH KEMATIAN MENURUT KELOMPOK UMUR
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Kematian Jumlah Tempat tinggal
1. Umum 3 2 Manis,1kliwon
2. Bayi 0
3. Balita 0
4. Ibu Bersalin 1 Pahing
Jumlah 4
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat kematian ibu bersalin ada 1 orang
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
TABEL 6
CAKUPAN KESEHATAN IBU HAMIL
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Variabel Jumlah
1 Ibu Hamil 11
2 Bumil Resti 4
3 TT 1 10
4 TT 2 9
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat Bahwa hampir semua ibu hamil sudah mendapatkan Imunasasi TT1.
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 6
CAKUPAN KESEHATAN IBU HAMIL
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 7
CAKUPAN PERSALINAN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
NO Variabel Jumlah %
1 Bayi Lahir Hidup 23 100
2 Bayi BBLR 0
3 Lin Nakes 23 100
4 Lin Dukun Bayi Terlatih 0
5 Lin Dukun Bayi Tidak Terlatih 0
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat Bahwa semua Bayi yang lahir di desa kertawinangun dibantu olehtenaga kesehatan(100%)
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 7
CAKUPAN PERSALINAN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 8
CAKUPAN IMUNISASI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Jml Bayi & Balita Jenis Imunisasi Jumlah %
1 136 BCG 21 21.12
2 136 DPT 1 20 20.12
3 136 DPT 2 21 21.12
4 136 DPT 3 21 21.13
5 136 Polio 1 19 79.11
6 136 Polio 2 21 21.13
7 136 Polio 3 18 18.11
8 136 Campak 7 7.4
9 136 Hepatitis B1 20 20.12
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat Bahwa Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 8
CAKUPAN IMUNISASI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 9
CAKUPAN KELUARGA BERENCANA
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Jenis Kontrasepsi Jumlah Akseptor %
1 MOW / MOP 14 8.23
2 IUD/Spiral 41 24.1
3 Susuk 3 1.7
4 Suntik 79 46.5
5 Pil 47 27.6
6 Kondom 1 0.6
7 Lain - lain 2 1.2
Jumlah 170 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat cakupan KB didominasi oleh kontrasepse Suntik Sebanyak 79 Orang (46.5%)
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 9
CAKUPAN KELUARGA BERENCANA
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 10
CAKUPAN GIZI BALITA
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Variabel Jumlah %
1 Balita 144
2 Balita Ditimbang 144
3 Gizi Baik 127 88.19
4 Gizi Kurang 15 9,82
5 Gizi Buruk 2 1,39
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat Cakupan Balita yang ditimbang sudah 100%.Terlihat 2 balita dg gizi buruk
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 10
CAKUPAN GIZI BALITA
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 11
CAKUPAN PEMBERIAN ASI SAMPAI DENGAN UMUR 2 TAHUN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Variabel Jumlah %
1 Ya 98 68,06
2 Tidak 46 31,94
Jumlah 144 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat Cakupan Balita diberi ASI sampai dg umur 2 tahun sebanyak 98 balita (68.06%)
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 11
CAKUPAN PEMBERIAN ASI SAMPAI DENGAN UMUR 2 TAHUN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 12
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN FREKUENSI MANDI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Variabel Jumlah KK %
1 1 Kali 3 0,6
2 2 Kali 497 98,2
Jumlah 500 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 98,2% KK mempunyai kebiasaan mandi 2 kali sehari
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 12
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN FREKUENSI MANDI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 13
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN MANDI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Variabel Jumlah KK %
1 Kamar mandi sendiri 493 98,6
2 Pemandian Umum 7 2,3
3 Sungai / Kolam 0 0
Jumlah 500 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 986% KK mempunyai Kamar mandi sendiri
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 13
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN MANDI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 14
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN PEMAKAIAN SABUN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
NO Variabel Jumlah KK %
1 Ya 500 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 500 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 100% KK Biasa memakai sabun mandi
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 14
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN PEMAKAIAN SABUN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 15
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN BAB
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Variabel Jumlah %
1 Angsa Trine(Kakus) 496 99,2
2 Jumbleng (Cemplung) 2 0,4
3 Kolam Ikan 1 0,2
4 Sembarang Tempat 1 0,2
Jumlah 500 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 99,2% KK Biasa Mempunyai jamban keluarga
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 15
DISTRIBUSI KK MENURUT KEBIASAAN BAB
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 16
DISTRIBUSI KK MENURUT KADARZI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Indikator Kadarzi Ya(KK) % Tidak(KK) % Jml(KK)
1. Keluarga makan aneka ragam makanan 461 92.2 39 7.8 500
2. Keluarag (bumil/balita0memantau kesehatan dan pertumbuhan dengan cara menimbang BB 412 82.4 88 17.6 500
3. Keluarga menggunakan garam beryodium dalam makanan sehari-hari 490 98 10 2 500
4. Ibu memberi ASI Eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan 462 92.4 38 7.6 500
5 Keluarga Biasa Makan Pagi 483 96.6 17 3.4 500
TABEL 17
DISTRIBUSI KK MENURUT KADARZI
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Keluarga Jumlah %
1. Sadar Gizi 461,6 92.32
2. Belum Sadar Gizi 38,4 7.68
Jumlah 500 100
TABEL 18
DISTRIBUSI RUMAH MENURUT KELAYAKAN KESEHATAN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Variabel Jumlah Rumah %
1 Layak Sehat 432 92.90
2 Tidak Layak Sehat 52 11.61
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 92,9% Rumah dalam keadaan layak sehat
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 18
DISTRIBUSI RUMAH MENURUT KELAYAKAN KESEHATAN
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 19
DISTRIBUSI RUMAH BERDASARKAN SUMBER AIR BERSIH
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No Variabel Jumlah KK %
1 Sumur Pompa 1 0,2
2 Perlindungan Mata Air 499 99,8
3 Penampungan Air Hujan 0 0
4 Sungai 0 0
Jumlah 500 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 99.8% Rumah memiliki sumber air bersih berupa PAM
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 19
DISTRIBUSI RUMAH BERDASARKAN SUMBER AIR BERSIH
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 20
DISTRIBUSI RUMAH BERDASARKAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No variabel Jumlah Rumah %
1 SPAL 136 27.2
2 Peresapan Terbuka 1 0.2
3 Selokan ke Sungai 359 71.8
4 Dibuang Sembarangan 4 0.8
Jumlah 500 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihatbahwa sebanyak 359 KK membuang air limbah ke selokan sungai
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 20
DISTRIBUSI RUMAH BERDASARKAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 21
DISTRIBUSI RUMAH BERDASARKAN VENTILASI JENDELA
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Variabel Jumlah Rumah %
1. Ada,Dibuka 428 85.6
2. Ada,Ditutup 65 13
3. Tidak Ada 7 1.4
Keterangan : Dari tabel di atas terlihatbahwa sebanyak 428 KK memiliki jendela yang dapat dibuka
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 21
DISTRIBUSI RUMAH BERDASARKAN VENTILASI JENDELA
DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 22
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN PEMBUANGAN SAMPAH
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Pembuangan sampah Jumlah %
1. Dikumpulkan, dibakar/pupuk 165 33
2. Lobang sampah 176 35
3. Di sungai/ sembarangan 160 32
Jumlah 500 100.00
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 160 KK membuang sampah sembarangan (32%)
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 22
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN PEMBUANGAN SAMPAH
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 23
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KANDANG TERNAK
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Kandang ternak jumlah %
1. Terpisah dari rumah 243 48.6
2. Di dalam rumah/ menempel 24 4.8
Jumlah 267 53.4
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 48.6% memiliki kandang yang terpisah dari rumah
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 23
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KANDANG TERNAK
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 24
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KEBERSIHAN HALAMAN
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
No. Halaman pekarangan Jumlah %
1 Bersih 456 91,2
2 Tidak bersih 44 8,8
jumlah 500 100
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 91.2% Pekarangan yang bersih
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
TABEL 24
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KEBERSIHAN HALAMAN
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
TAHUN 2008
TABEL 25
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KEPADATAN LALAT
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
No. Lalat Jumlah KK
1. Kepadatan tinggi 88
2. Kepadatan rendah 205
Jumlah 293
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 88 KK masih dalam kepdatan lalat yang tinggi
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
GRAFIK 25
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KEPADATAN LALAT
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
]TABEL 26
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KEPADATAN JENTIK NYAMUK
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
No. Jentik nyamuk Jumlah
1. Kepadatan tinggi 88
2. Kepadatan rendah 67
Jumlah 155
Keterangan : Dari tabel di atas terlihat bahwa 88 KK masih dalam kepadatan jentik nyamuk yang tinggi
Sumber : SMD Kelompok II, April 2008
TABEL 26
DISTRIBUSI KELUARGA BERDASARKAN KEPADATAN JENTIK NYAMUK
DI DESA KERTAWINANGUN KECAMATAN MANDIRANCAN
4.Musyawarah Masyarakat Desa
Pendataan atau Survey Mawas Diri yang telah dilakukan di Desa Kertawinangun Kecanatan Mandirancan yang meliputi 5 dusun atau 5 RW dan 15 RT telah selesai dilaksanakan selama 4 hari dari tanggal 15-18 April 2008 yang kemudian dilakukan Rekapitulasi dan tabulasi data. Pada tanggal 23 April 2008 dilakukan persiapan MMD dan penyebaran Undangan .Berdasarkan kesepakatan kelompok dan persetujuan dari Kepala Desa Kertawinangun maka Musyawarah Masyarakat Desa dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Kamis,24 April 2008
Waktu : 19.30-22.00 WIB
Tempat : Balai Desa Kertawinangun
Adapun Susunan Acaranya adalah sebagai berikut:
a.Pembukaan
b.Sambutan
1) Sambutan Ketua Pelaksana
2) Sambutan Kepala Desa Kertawinangun
c. Penyajian Data
d. Perumusan Masalah
e. Penentuan Prioritas Masalah
f. Rencana Pemecahan Masalah
g. Penutup
Adapun Pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa
a. Pembawa Acara : Purwanti
b. Moderator : Rurah /Kadus Wage
c. Penyaji : Sugianto
d. Sekertaris : Ian Satrian
e. Sie Konsumsi : - Avrini
- Lenny A
f. Sie Perlengkapan : - Romie A
- Efan Safrian
g.Sie Dokumentasi : Rio Andrianto
Undangan Diberikan Kepada :
a.. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan
b. Bapak Camat Mandirancan
c. Kepala UPTD Puskesmas Mandirancan
d. Bapak Kuwu Beserta Pamong Desa
e. Ketua BPD Beserta Anggota
f. Ketua LKMD Beserta Anggota
g. Ketua Pemuda Beserta Anggota
h. Ketua Karangtaruna Beserta Anggota
i. Ketua DKM Beserta Anggota
j. Bapak RT 01 – 15
k. Tokoh Masyarakat
l. Tokoh Agama
m. Kelompok 1 PKMD
n. Kelompok 3 PKMD
Dalam pelaksanaan MMD para undanagn yang hadir sebanyak oarng dan musyawarah berlangsur lancar dan rencana pelaksanaan pemecahan masalah yang disepakati dalam musyawarah masyarakat desa.
Dari hasil MMD ditemuka berbagai permasalahan yang menyangkut kesehatan masyarakat dan rencana pemecahan masalahnya tercantum dalam POA yang dilampirkan dalam daftar lampiran.Sedangkan masalah-masalah tersebut adalah:
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Kesehatan Lingkungan terutama masalah Pembuangan sampah dan limbah serta dampaknya Kesehatan.
b. Kurang aktifnya POSBINDU di Desa Kertawinangun dikarenakan Pengetahuan Kader tentang Posbindu kurang dan jumlah Usila yang banyak yang rentan terhadap penyakit.
c. Terdapatnya Gizi Kurang dan Buruk pada Balita,Masih terdapat Keluarga yang belum sadar gizi,Usia anak sekolah yang perlu pengetahuan tentang gi seimbang.
d. Kurangnya Pengetahuan Masyarakat tentang kegawatdaruratan
e. Usia remaja yang banyak perlu mendapatkan informasi tentang Kesehatan Reproduksi.
f. Program Tambahan antara lain Pelatihan Dokcil,Pemeriksaan golongan darah serta Senam Bersama, Lomba Balita,Pertandingan Volly,Badminton Dilakukan untuk mengisi acara Perpisahan Kelompok kami.
5.Tindak Lanjut dan Evaluasi
1. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan masalah yang cukup serius dan memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak termasuk Desa Kertawinangun sendiri. Dari hasil pendataan yang dilaksanakan dari tanggal 15 sampai dengan 18 April 2008 menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Belum memiliki tempat penampungan sampah dan membuang sampah tersebut ke sungai.
Tindakan
1) Penyuluhan tentang cara pengelolaan sampah dan SPAL di Gedung PKK untuk Dusun Kliwon pada hari Sabtu tanggal 26 April 2008,Mushola At-takwa untuk Dusun Pon pada hari Minggu tanggal 27 April 2008,Posyandu Mawar untuk dusun Pahing pada hari senin 28 April 2008,Mushola Wage untuk dusun wage pada hari kamis 01 Mei 2008,Mushola manis untuk dusun manis pada hari Jumat 02 Mei 2008.
2) Diadakan kegiatan kerja bakti pembuatan tempat sampah yang dilaksanakan hari Rabu tanggal 30 April 2008 di Dusun Kliwon ,Pahing,dan Pon.Sedangkan Dusun Wage dan Manis dilaksanakan pada hari minggu 04 mei 2008.
Evaluasi
1) Masyarakat mengerti dan sangat antusias, terbukti dari banyak pertanyaan yang diajukan dari masyarakat.
2) Pada hari minggu tanggal 30 April sampai 04 Mei 2008 diadakan kerja bakti pembuatan tempat sampah berupa Lubang sampah dusun kliwon,Pahing,Pon,Wage dan manis masyarakat turut berpartisipasi.Untuk SPAL belum dapat diterapkan masyarakat karena terhambat dengan pengeluaran biaya pembuatan SPAL.
2. Pembentukan dan pelaksanaan Posbindu
Tindakan
Pembentukan posbindu di desa Kertawinangun dilaksanakan pada tanggal bertempat masing-masing dusun. Dalam acara tersebut sekaligus diisi dengan simulasi pelaksanaan posbindu dan cara pengisian KMS Usila. Pelaksanaan posbindu perdana dlaksanakan pada hari Rabu,07 Mei 2008
Evaluasi
Terbentuk posbindu desa Kertawinangun dengan 15 orang kader, dan sejumlah ….. orang lansia memeriksakan diri dalam pelaksanaan posbindu perdana. Namun karena kurangnya Kesadaran Usia lanjut dan faktor Jalan yang tidak memungkinkan Lansia Untuk datang ke Posbindu.
3. Gizi
Tindakan
Penyuluhan dan Pemantauan BKB tehadap Keluarga dengan balita dilakukan di masing-masing dusun dengan metode dari masing-masing tim seperti door to door,dan dalam ruangan Pada tanggal 28 April 2008.
Penyegaran Kader tentang gizi Balita Pada Tanggal 28 April 2008 di masing-masing dusun.
Penyuluhan Gizi Seimbang dan pemberian makanan tambahan berupa Bubur Kacang Hijau di SDN Kertawinangun I dan II Pada Kelas 3,4,dan 5 pada Hari sabtu tanggal 03 Mei 2008.
Evalusi
Penyuluhan gizi dan Pemantauan BKB diperoleh 100 Keluarga dengan Balita memantau gizi serta pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
Kader mengerti dan memahami tentang gizi pada balita
Penyuluhan dihadiri oleh 95 oarng anak kelas 3,4 dan 5.Anak sekolah mengerti dan memahami pentingnya pemahaman gizi seimbang.
4. Pelatihan Penanganan Penderita Gawat Darurat
Tindakan
Pelatihan PPGD dilaksanakan pada hari selasa 29 April 2008 di balai desa.Dalam pelatihan PPGD ini kader diberikan Materi tentang Prinsip dasar PPGD,ABC managemen(Bantuan hidup dasar),Keracunan,Luka Bakar,dan Kegawatdaruratan pada anak.Pada PPGD ini juga dilaksanakan Pre dan Post Test.
Evaluasi
Pelatihan ini dihadiri oleh 27 Kader,Kader sangat antusias dalam
mengikuti pelatihan ini serta para kader dapat melihat langsung bagaiman penaganan terhadap kegawatdaruratan sederhana.
5. Kesehatan Reproduksi
Tindakan
Penyuluhan Kesehatan Reproduksi pada Usia Remaja di hadiri oleh 41 orang yang dilaksanakan pada Hari Sabtu 03 Mei 2008.Materi yang diberikan adalah Penyakit Infeksi Menular dan HIV/AIDS dan dilanjutkan dengan pemutaran Film.
Evaluasi
Para remaja yang menghadiri penyuluhan ini sangat antusias dan memahami tentang IMS dan HIV/AIDS.Namun dalam Pemutaran Film remaja sedikit kecewa karena kurangnya persiapan perlengkapan sehingga pemutaran Film tersebut hanya dinikmati melalui Laptop.
6.Usaha Kesehatan Sekolah dan Dokter Kecil
Tindakan
Pelatihan Dokcil dilaksanakan pada hari Sabtu 03 Mei 2008 diikuti oleh 12 Peserta dengan perwakilan SDN Kertawinangun I dan II sebanyak 6 orang.Materi yang diberikan adalah Dokcil,UKS,Kebersihan diri,Kebersihan gigi dan mulut,dan P3K.Dalam acara ini juga dilakukan Pre dan Post test.
Evaluasi
Dari hasil Pre dan Pos test didapatkan satu Peserta terbaik dengan nilai 19,5.
7.Pemeriksaan golongan darah
Tindakan
Pemeriksaan golongan darah dilaksanakan mulai tanggal 30 April 2008-04 Mei 2008.Pemeriksaan golongan darah tersebut diikuti oleh orang.Sedangkan pembagian golongan darah terlampir.
Evaluasi
Pada Pemeriksaan golongan darah ini diberikan kartu golongan darah dari Puskesmas sebanyak 300 Kartu.Namun dikarenakan sudah banyak yang memeriksakan golongan darah sebelumnya sehingga pada pemeriksaan kali ini hanya diikiti oleh orang.Selain itu target usia yang memeriksakan golongan darah adalah usia 17-50 tahun.Namun karena sedikit peminat sehingga kami melakukan pemeriksaan pada usia kurang dari 17 tahun.
8.Perpisahan
Tindakan
1. Pertandingan Bola Volley Putri Antar Mahasiswa Dan Warga Desa Kertawinangun yang dilakukan pada hari Rabu 07 Mei 2008
2. Pertandingan Persahabatan Badminton Ganda Putra Antar Mahasiswa dan Warga Desa Kertawinangun pada hari Rabu 07 Mei 2008
3. Lomba Balita Sehat dilaksanakan pada Hari Kamis 08 Mei 2008
4. Malam Perpisahan
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka berpamitan dan ucpan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya kegiatan PKMD sehingga dapat berjalan lancar.Mlam Perpisahan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Kamis,08 Mei 2008
Waktu : 20.00-
Tempat : Balai Desa Kertawinangun
Peserta yang hadir pada acara tersebut adalah:
1. Kepala Desa beserta Perangkatnya
2.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan PKL - PKMD mahasiswa Program Studi Keperawatan Cirebon dilaksanakan mulai tanggal 11 Mei sampai tanggal 30 Mei 2009 di Desa Cimaranten Kecamatan Cipicung Kabupaten Kuningan.
Setelah dilakukan survey mawas diri selama 3 hari telah berhasil mendapatkan data kesehatan dari Desa Cimaranten namun belum menggambarkan semuanya karena sistem pendataan berdasarkan jumlah penduduk pada saat itu dan warga desa bersifat dinamis. Dilihat dari segi perekonomian, mata pencaharian warga desa cimaranten sangat beraneka ragam namun mayoritas dari mereka adalah petani.
Masalah kesehatan yang paling menonjol di Desa Cimaranten adalah masalah kesehatan lingkungan dimana sebagian besar warga Belum memiliki tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat dan masih membuang sampah tersebut ke sungai ataupun sembarangan.
B. Faktor Penunjang dan Penghambat
1. Faktor Penunjang
a. Dukungan dari Kepala desa dan pamong desa serta tokoh masyarakat Desa Cimaranten
b. Peran serta masyarakat yang cukup besar dalam kegiatan PKL - PKMD.
c. Kekompakan dan Kerjasama yang baik dalam tim.
2. Faktor Penghambat
a. Sistem pemerintahan desa yang belum optimal karena merupakan desa yang baru terbentuk dan belum memiliki kepala desa definitive.
b. Adanya aktivitas masyarakat yang bersamaan dengan jadwal MMD sehingga MMD dilaksanakan melebihi waktu yang ditentukan.
c. Aktivitas warga di sawah dan kebun yang baru selesai sore hari sehingga menyulitkan mahasiswa dalam kegiatan SMD.
d. Pembekalan dari pihak pendidikan yang kurang mencukupi.
e. Jarak dengan Puskesmas yang serta tidak adanya sarana yang menunjang untuk mempercepat kunjungan ke puskesmas sehingga kami mengalami kesulitan dalam konsultasi.
C. Saran
1. Pendidikan
Diharapkan dalam pembekalan PKL - PKMD hendaknya diberikan lebih intensif untuk memantapkan pengetahuan dan persiapan dalam pelaksanaan PKL - PKMD.
2. Puskesmas
Kami mengharapkan puskesmas menindaklanjuti program-program yang telah dilakukan ataupun belum oleh PKL - PKMD Program studi keperawatan Cirebon untuk pencapaian pembangunan kesehatan masyarakat desa dalam rangka mencapai peningkatan IPM.
3. Desa
Harapan kami kepada bapak Kepala desa dan pamong desa yang dibantu para kader dan masyarakat Desa Cimaranten agar dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh mahasiswa program studi keperawatan Cirebon.
Saturday, May 30, 2009
Saturday, May 9, 2009
mekanisme cedera sel
MEKANISME ADAPTASI SEL
A. ORGANISASI SEL
The cell is the basic structural and fungsinal unit of all living things.
Yaitu unit kehidupan , kesatuan lahirliah yang terkecil yang menunjukan bermacam-macam fenomena yang berhubungan dengan hidup.
Kharakteristik mahluk hidup :
- bereproduksi
- tumbuh
- melakukan metabolisme
- beradaptasi terhdp perubahan internal dan eksternal
Aktivitas sel : sesuai dgn proses kehidupan, meliputi :
- ingesti - mengekskresikan sisa metabolisme
- asimilasi - bernafas - bergerak
- mencerna - mensintesis - berespon , dll.
Struktur Sel
Sel mengandung struktur fisik yang terorganisir yg dinamakan organel.
Sel terdiri dari dua bagian utama : inti dan sitoplasma keduanya dipisahkan oleh membrane inti. Sitoplasma dipisahkan dgn cairan sekitarnya oleh membran sel .
Berbagai zat yg membentuk sel secara keseluruhan disebut protoplasma
1. Membran Sel, merupakan struktur elastis yg sangat tipis, penyaring selektif zat-zat tertentu.
2. Membran inti, merupakan dua membrane yang saling mengelilingi. Pada kedua membrane yg bersatu merupakan tempat yang permiabel sehingga hamper semua zat yg larut dapat bergerak antara cairan inti dan sitoplasma.
3. Retikulum endoplasma, tdd
- RE granular yang pd permukaannya melekat ribosom yg terutama mengandung RNA yg berfungsi dalam mensintesa protein.
- RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid dan enzimatik sel.
4. Komplek golgi.
Berhubungan dgn RE berfungsi memproses senyawa yg ditransfer RE kemudian disekresikan.
5. Sitoplasma, yaitu suatu medium cair banyak mengandung struktur organel sel..
6. Mitokondria, adalah organel yg disediakan untuk produksi energi dalam sel. Di sini dioksidasi berbagai zat makanan.
katabolisme / pernafasan sel
7. Lisosom, adalah bungkusan enzim pencernaan yg terikat membrane. Dan merupakan organ pencernaan sel.
8. Sentriol, merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada pembelahan sel.
9. Inti, adalah pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA yg disebut gen.
10. Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung RNA. Jumlah dapat satu atau lebih,
B. system Fungsional Sel.
1. Penelanan dan pencernaan oleh sel.
Zat-zat dpat melewati membrane dengan cara :
- difusi
- transfor aktif melalui membrane
- endositosis , yaitu mekanisme membrane menelan cairan ekstra sel dan isinya.
Tdd : fagositosis dan pinositosis.
Fagositosis penelanan partekil besar oleh sel seperti bakteri, partikel2 degenatif`dan jaringan.
menelan sediit cairan ekstra sel dan senyawa yg larut
Pinositosis dalam bentuk vesikel kecil.
2. Ekstrasi energi dari zat gizi. (fungsi mitokondria)
menghasilkan dioksidasi Oksigen dan zat gizi masuk dalam sel energi yg digunakan untuk membentuk ATP. 1 ATP menghasilkan 8000 kalori.
B. MODALITAS CIDERA SEL
Sel selalu terpajan terhadap sel atau kondisi yang selalu berubah dan potensial terhadap rangsangan yang merusak akan bereaksi :
- Beradaptasi,
- Jejas / cidera reversible
- Kematian
Sebab-sebab Jejas, Kematian dan Adaptasi sel :
1. Hipoksia, akibat dari :
- hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah serta
- gangguan kardiorespirasi
- Hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen. : anemia dan keracunan.
Respon sel terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia: sel-sel dapat menyesuaikan , terkena jejas, kematian.
2. Bahan kimia (termasuk obat-obatan)
Bahan kimia menyebabkan perubahan pd beberapa fungsi sel : permiabelitas selaput, homeostatis osmosa, keutuhan enzim atau kofaktor
Racun menyebabkan kerusakan hebat pd sel dan kematian individu.
3. Agen fisik
- Traumamekanik, yg dpt merusak sel dan dapat menyebabkan pergeseran organisasi organel intra sel .
- Suhu rendah.
- ggn suplai darah.
- vasokontriksi
- membakar jaringan
- Suhu tinggi
- Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia yg ada di dalam sel atau karena ionisasi sel yg menghasilkan radikal “panas” yg secara sekunder bereaksi dgn komponen intra sel
- Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan :
luka bakar. Serta ggn jalur konduksi sarafaritmi jantung
4. Agen mikrobiologi :
Bakteri, virus, mikoplasma, klamidia , jamur dan protozoa.
mengeluarkan eksotoksin
Bateri merusak sel-sel penjamu. merangsang respon
atau mengeluarkan endotoksin peradangan.
Timbul reaksi hipersensitivitas tehadap agen immunologi yg merusak sel.
Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau streptococcus, gonore, sifilis, kolera dll.
setelah berada dalam sel, Virus virus akan mewariskan gen-gen pada sel baru dan DNA virus menyatu dgn DNA sel untuk mengambil alih fungsi sel. RNA virus akan mengontrol fungsi sel.
Contoh penyakit : ensefalitis, , campak jerman, rubella, poliomyelitis, hepatitis , dll
5. Mekanisme Imun
Reaksi imun sering dikenal sebagai penyebab kerusakan dan penyakit pada sel.
Antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen.
Antigen endogen ( missal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6. Gangguan genetik
Mutasi, dapat menyebabkan: mengurangi suatu enzim,
kelangsugan hidup sel tidak sesuai, atau tanpa dampak yg diketahui.
7. Ketidakseimbangan Nutrisi
- defisiensi protein-kalori
- avitaminosis
aterosklerosis, dan obesitas
8. Penuaan
C. ADAPTASI SEL
Betuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :
1. retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang kompleks).
2. Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit)
3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi
Sel-sel menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mikronya.
1. Atropi
o Suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna dengan ukuran normal.
o Merupakan bentuk reaksi adaptasi. Bila jumlah sel yg terlibat cukup, seluruh jaringan dan alat tubuh berkurang atau mengalami atropi.
o Sifat :
- fisiologik misalnya aging seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap
- patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan kwashiorkor, emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi pencernaan atau hilangnya nafsu makan
- umum atau local.penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan target organ.
Penyebab atropi :
- berkurangnya beban kerja
- hilangnya persarafan
- berkuranhnya perbekalan darah
- hilangnya rangsangan hormone
2. Hipertropi
Yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat tubuh
Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.
Bersifat fisiologik dan patologik, umum atau lokal
3. Hiperplasia
Dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan secret atau produksi sel terkai.
Hanya dapat tetrjadi pada populasi sel labil ( dalam kehidupan ada siklus sel periodic, sel epidermis, sel darah) . atau sel stabil (dalam keadaan tertentu masih mampu berproliferasi, misalnya : sel hati sel epitel kelenjar.
jantung)Tidak terjadi pada sel permanent (sel otot rangka, saraf dan
5. Metaplasia
Ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel matur jenis lain
Misalnya sel epitel torak endoservik daerah perbatasan dgn epitel skuamosa, sel epitel bronchus perokok.
6. Displasia
• Sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat mengalami ganguan polarisasi pertumbuhan sel reserve, sehingga timbul keadaan yg disebut displasia.
• Ada 3 tahapan : ringan, sedang dan berat
• Jika jejas atau iritan dpt diatasi adaptasi dan displasia dapat normal kembali.
7. Degenarasi
o Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai perubahan morfologik, akibat jejas nin fatal pada sel.
o Dalam sel jaringan terjadi :
akumulasi cairan atau zat dalam sel atau Storage (penimbunan) sel dan perubahan morfologik terurama dlm sitoplasma menyebabkan organel sel mengembung/bengkak.
- Ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondria
- Jika hal ini berlanjut maka kemunduran akan terjadi pembengkakan vesikel , akan tampak vakaula intra sel ini disebut degenarasi vakuoler atau hidrofik
o Kedua proses degenerasi tersebut masih reversible.
o Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible disebut degenerasi
o Reaksi sel terhadap jejas yang ireversible menuju kematian disebut nekrosis
8. Infiltrasi
Bentuk retrogresi dgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk mengalami jejas langsung jika melampaui batas maka sel akan pecah.) akan ditanggulangi oleh system makrofag.
D. SEL YANG DISERANG
Pengaruh stimulus yang menyebabkan cidera sel pada sel :
1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi metabolisme atau lebih di dalam sel
2. Kelainan fungsi, ( missal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau lainnya)
kelainan dan kerusakan biokimia pada sel mengakibatkan Cidera fungsi. Tetapi tidak semua, jika sel banyak cidera, memiliki cadangan yg cukup sel tidak akan mengalami gangguan fungsi yg berarti.
3. Perubahan morfologis sel.yg menyertai kelainan biokimia dan kelainan fungsi.
Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara fungsional terganggu namun secara morfologis tidak memberikan petunjuk adanya kerusakan.
4. Pengurangan massa atau penyusutan
Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi.lebih kecil dari normal.
F. PERUBAHAN MORFOLOGI PADA SEL YG CIDERA SUBLETAL.
perubahan morfologis pada Sel cidera
Perubahan pada sel cidera sub letal bersifat reversible. Yaitu jika rangsangan dihentikan, maka sel kematian akan kembali sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak dihentikan sel.
Perubahan sub letal pada sel disebut degenerasi atau perubahan degeneratif.
Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cidera letal.
Bentuk perubahan degeneratif sel :
1. pembengkakan sel
2. Penimbunan lipid intra sel
DEGENERASI DAN NEKROTIK SEL
a. degenerisi dan infiltrasi
b. nekrosis/kematian sel
- perubahan morfologi pada nekrosis
- perkembangan jaringan nekrotik
- ganggren
c. kematian somatic dan perubahan post morfem.
REAKSI SEL TERHADAP JEJAS
A. Sel Yg Diserang
Pengaruh stimulus penyebab cidera sel terhadap sel :
1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi metabolisme atau lebih di dalam sel
2. Kelainan fungsi, ( missal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau lainnya)
3. Perubahan morfologis sel.yg menyertai kelainan biokimia dan kelainan fungsi.
Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara fungsional terganggu namun secara morfologis tidak memberikan petunjuk adanya kerusakan.
8. Pengurangan massa atau penyusutan
Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi.lebih kecil dari normal.
Bentuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :
berdasarkan perubahan fungsi atau struktur sel :
1. retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang kompleks).
2. Progresif, (berkelanjutan, berjalan terus keadaan yang lebih buruk untuk penyakit)
3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi
B. Morfologi Jejas:
1. Pada jejas reversible :
- Membran sel menggelembung
- Pembengkakan umum (sitoplasma)
- Penggumpalan kromatin inti
- Autofagi oleh lisosom
- Penggumpalan partikel intramembran
- Pembengkakan ER
- Kebocoran ribosom
- Pembengkakan mitokondria
- Pemadatan kecil-kecil pada mitokondria
2. Pada jejas irreversible
- Kelainan (defek) membrane sel
- Gambaran myelin pada membrane sel
- Inti mengalami : piknosis atau kariolisis atau karioreksis
- Lisosom pecah dan autolisis
- Lisis ER
- Pembengkakan mitokondria menurun
- pemadatan besar pada mitokondria.
Degenerasi
Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraselular yang disertai perubahan morfologik akibat jejas non fatal pada sel.
“Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible”
Pada degenerasi terjadi proses:
Penimbunan (storage) atau akumulasi cairan atau zat dalam organel sel.
Secara mikroskopik akan tampak :
- Pembengkakan sel, jika sel tidak mampu mempertahankan homeostatis ion dan cairan.
- Perubahan berlemak ( terutama pada sel-sel yg terlibat dan tergantung pd metabolisme lemak : hepatosit dan sel-sel miokardium)
Bentuk perubahan degeneratif sel :
1. Pembengkakan sel
2. Penimbunan lipid intra sel
Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cidera letal.
Infiltrasi
Bentuk retrogresi dgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk mengalami jejas langsung seperti pd degenerasi).
Dalam keadaan normal zat metabolit (glukosa, lipid, asam amino) berada dal sitoplasma, jika zat metabolit tersebut melampaui batas maka sel akan pecah.
Nekrosis/kematian sel
“Sebuah atau sekelompok sel atau jaringan mati pada hospes yang hidup. Merupakan kematian sel local.”
“ Perubahan morfologi sebagai akibat tindakan degradasi progresif oleh enzim-enzim sel yg terjejas letal.”
Jika cedera cukup hebat maka sel akan mencapai sel tidak lagi mampu tidaksuatu titik “ point of no renturn” sel mati.mengkompensasi dan dapat melangsungkan metabolisme
Dua proses penting yg menunjukan perubahan nekrosis : yaitu :
a. Digestif enzimatik sel, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis ( enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abses.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
Dua bentuk nekrosis
lebih menyolok pada sel nekrotik akan terjadi nekrosis lekuefaktif.Jika proses digestif enzimatik sel
Jika denaturasi protein lebih menyolok akan terjadi nekrosis koagulatif
c. Perubahan yg terjadi pada jaringan yg mati.
Perubahan sel dan jaringan nekrotik
Perubahan morfologis pada sel nekrosis. :
1. Piknosis inti sel menyusut (selnya disebut piknotik) : gumpalan kecil yg hiperkromatik, dan batasnya tidak teratur dan warnanya gelap.
2. Karioreksis: inti sel hancur, serta terdapat pecahan2 zat kromatin di sitoplasma.
3. Kariolisis : sel hilang
Penampilan morfologis jaringan nekrotik:
1. Nekrosis Koagulatif ( pada nekrosis akibat hilangnya suplai darah): Jika enzim litik sel mati dihambat oleh keadaan local maka sel nekrotik selam beberapaakan mempertahankan bentuknya paling sering dijumpai. waktu.
Contoh : pada infark miokardium
2. Nekrosis liquefaktiva: jaringan nekrotik sedikit demi sedikit mencair oleh enzim. Sering terjadi pada otak yang nekrotik
Contoh pada sel mati hipoksia pada susunan saraf pusat.
3. Nekrosis kaseosa, Sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahan-pecahan sel nya tetap ada selam betahun-tahun. . missal pada tuberculosis.
4. Nekrosis lemak , akibat trauma langsung pd jaringan lemak.
Perkembangan Jaringan Nekrotik
Nekrosis :
timbul respon peradangan
jaringan , jaringan nekrotik hancur dan hilang.
Proses perbaikan dgn regenerasi sel-sel yg hilang atau dgn pembentukan jaringan parut
Akibat nekrosis
1. Kehilangan fungsi : missal :deficit neurologis
2. Menjadi fous infeksi, medium pembiakan mikroorganisme tertentupenyebaran
3. Perubahan2 sistemik tertentu : demam, leukositosis
4. pengeluaran enzim-enzim yg dikandungnya ke dalam darah akibat sel mati dan peningkatan permiabelitas membhran.
Kepustakaan :
1. Pringgoutomu, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (umum), Edisi 1. Jakarta. Sagung Seto.
2. Robbins, 1995 Buku Ajar Patologi I, Edisi 4. Jakarta. EGC
3. Price SA dan Wilson LM, 1995 Patofisiologi, Konsep Klinik Proses- Proses Penyakit, Jakarta. EGC
4. Ramali A, 1990. Kamus kedokteran, Jakarta, Jtambatan.
Susunan jaringan /populasi berbagai organ tubuh , tdd :
a. Parenkim, yaitu polpulasi sel organ tubuh yg berdeferensiasi menjadi unsure penting.
b. Stroma , yaitu jaringan yg merupakan zat dasar yang bersifat sebagai penyangka (kerangka)
c. Matrik, yaitu substansi interseluler dalam jaringan – organ.
Berdasarkan fungsi, sel digolongkan sbb:
a. Sel epitel
b. Sel jaringan penghubung
Prekursor sel jaringan penghubung yaitu ; fibroblast yg dapat bereferensiasi menjadi sel mesenkim jenis lain seperti sel lemak, sel otot polos, sel tulang dan sel tulang rawan.
Sel darah juga beasal dari jaringan penghubung yg berada dlm jaringan myeloid sum-sum tulang.
c. Sel jaringan otot
d. Sel jaringan saraf.
A. ORGANISASI SEL
The cell is the basic structural and fungsinal unit of all living things.
Yaitu unit kehidupan , kesatuan lahirliah yang terkecil yang menunjukan bermacam-macam fenomena yang berhubungan dengan hidup.
Kharakteristik mahluk hidup :
- bereproduksi
- tumbuh
- melakukan metabolisme
- beradaptasi terhdp perubahan internal dan eksternal
Aktivitas sel : sesuai dgn proses kehidupan, meliputi :
- ingesti - mengekskresikan sisa metabolisme
- asimilasi - bernafas - bergerak
- mencerna - mensintesis - berespon , dll.
Struktur Sel
Sel mengandung struktur fisik yang terorganisir yg dinamakan organel.
Sel terdiri dari dua bagian utama : inti dan sitoplasma keduanya dipisahkan oleh membrane inti. Sitoplasma dipisahkan dgn cairan sekitarnya oleh membran sel .
Berbagai zat yg membentuk sel secara keseluruhan disebut protoplasma
1. Membran Sel, merupakan struktur elastis yg sangat tipis, penyaring selektif zat-zat tertentu.
2. Membran inti, merupakan dua membrane yang saling mengelilingi. Pada kedua membrane yg bersatu merupakan tempat yang permiabel sehingga hamper semua zat yg larut dapat bergerak antara cairan inti dan sitoplasma.
3. Retikulum endoplasma, tdd
- RE granular yang pd permukaannya melekat ribosom yg terutama mengandung RNA yg berfungsi dalam mensintesa protein.
- RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid dan enzimatik sel.
4. Komplek golgi.
Berhubungan dgn RE berfungsi memproses senyawa yg ditransfer RE kemudian disekresikan.
5. Sitoplasma, yaitu suatu medium cair banyak mengandung struktur organel sel..
6. Mitokondria, adalah organel yg disediakan untuk produksi energi dalam sel. Di sini dioksidasi berbagai zat makanan.
katabolisme / pernafasan sel
7. Lisosom, adalah bungkusan enzim pencernaan yg terikat membrane. Dan merupakan organ pencernaan sel.
8. Sentriol, merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada pembelahan sel.
9. Inti, adalah pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA yg disebut gen.
10. Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung RNA. Jumlah dapat satu atau lebih,
B. system Fungsional Sel.
1. Penelanan dan pencernaan oleh sel.
Zat-zat dpat melewati membrane dengan cara :
- difusi
- transfor aktif melalui membrane
- endositosis , yaitu mekanisme membrane menelan cairan ekstra sel dan isinya.
Tdd : fagositosis dan pinositosis.
Fagositosis penelanan partekil besar oleh sel seperti bakteri, partikel2 degenatif`dan jaringan.
menelan sediit cairan ekstra sel dan senyawa yg larut
Pinositosis dalam bentuk vesikel kecil.
2. Ekstrasi energi dari zat gizi. (fungsi mitokondria)
menghasilkan dioksidasi Oksigen dan zat gizi masuk dalam sel energi yg digunakan untuk membentuk ATP. 1 ATP menghasilkan 8000 kalori.
B. MODALITAS CIDERA SEL
Sel selalu terpajan terhadap sel atau kondisi yang selalu berubah dan potensial terhadap rangsangan yang merusak akan bereaksi :
- Beradaptasi,
- Jejas / cidera reversible
- Kematian
Sebab-sebab Jejas, Kematian dan Adaptasi sel :
1. Hipoksia, akibat dari :
- hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah serta
- gangguan kardiorespirasi
- Hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen. : anemia dan keracunan.
Respon sel terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia: sel-sel dapat menyesuaikan , terkena jejas, kematian.
2. Bahan kimia (termasuk obat-obatan)
Bahan kimia menyebabkan perubahan pd beberapa fungsi sel : permiabelitas selaput, homeostatis osmosa, keutuhan enzim atau kofaktor
Racun menyebabkan kerusakan hebat pd sel dan kematian individu.
3. Agen fisik
- Traumamekanik, yg dpt merusak sel dan dapat menyebabkan pergeseran organisasi organel intra sel .
- Suhu rendah.
- ggn suplai darah.
- vasokontriksi
- membakar jaringan
- Suhu tinggi
- Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia yg ada di dalam sel atau karena ionisasi sel yg menghasilkan radikal “panas” yg secara sekunder bereaksi dgn komponen intra sel
- Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan :
luka bakar. Serta ggn jalur konduksi sarafaritmi jantung
4. Agen mikrobiologi :
Bakteri, virus, mikoplasma, klamidia , jamur dan protozoa.
mengeluarkan eksotoksin
Bateri merusak sel-sel penjamu. merangsang respon
atau mengeluarkan endotoksin peradangan.
Timbul reaksi hipersensitivitas tehadap agen immunologi yg merusak sel.
Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau streptococcus, gonore, sifilis, kolera dll.
setelah berada dalam sel, Virus virus akan mewariskan gen-gen pada sel baru dan DNA virus menyatu dgn DNA sel untuk mengambil alih fungsi sel. RNA virus akan mengontrol fungsi sel.
Contoh penyakit : ensefalitis, , campak jerman, rubella, poliomyelitis, hepatitis , dll
5. Mekanisme Imun
Reaksi imun sering dikenal sebagai penyebab kerusakan dan penyakit pada sel.
Antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen.
Antigen endogen ( missal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6. Gangguan genetik
Mutasi, dapat menyebabkan: mengurangi suatu enzim,
kelangsugan hidup sel tidak sesuai, atau tanpa dampak yg diketahui.
7. Ketidakseimbangan Nutrisi
- defisiensi protein-kalori
- avitaminosis
aterosklerosis, dan obesitas
8. Penuaan
C. ADAPTASI SEL
Betuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :
1. retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang kompleks).
2. Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit)
3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi
Sel-sel menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mikronya.
1. Atropi
o Suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna dengan ukuran normal.
o Merupakan bentuk reaksi adaptasi. Bila jumlah sel yg terlibat cukup, seluruh jaringan dan alat tubuh berkurang atau mengalami atropi.
o Sifat :
- fisiologik misalnya aging seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap
- patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan kwashiorkor, emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi pencernaan atau hilangnya nafsu makan
- umum atau local.penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan target organ.
Penyebab atropi :
- berkurangnya beban kerja
- hilangnya persarafan
- berkuranhnya perbekalan darah
- hilangnya rangsangan hormone
2. Hipertropi
Yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat tubuh
Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.
Bersifat fisiologik dan patologik, umum atau lokal
3. Hiperplasia
Dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan secret atau produksi sel terkai.
Hanya dapat tetrjadi pada populasi sel labil ( dalam kehidupan ada siklus sel periodic, sel epidermis, sel darah) . atau sel stabil (dalam keadaan tertentu masih mampu berproliferasi, misalnya : sel hati sel epitel kelenjar.
jantung)Tidak terjadi pada sel permanent (sel otot rangka, saraf dan
5. Metaplasia
Ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel matur jenis lain
Misalnya sel epitel torak endoservik daerah perbatasan dgn epitel skuamosa, sel epitel bronchus perokok.
6. Displasia
• Sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat mengalami ganguan polarisasi pertumbuhan sel reserve, sehingga timbul keadaan yg disebut displasia.
• Ada 3 tahapan : ringan, sedang dan berat
• Jika jejas atau iritan dpt diatasi adaptasi dan displasia dapat normal kembali.
7. Degenarasi
o Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai perubahan morfologik, akibat jejas nin fatal pada sel.
o Dalam sel jaringan terjadi :
akumulasi cairan atau zat dalam sel atau Storage (penimbunan) sel dan perubahan morfologik terurama dlm sitoplasma menyebabkan organel sel mengembung/bengkak.
- Ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondria
- Jika hal ini berlanjut maka kemunduran akan terjadi pembengkakan vesikel , akan tampak vakaula intra sel ini disebut degenarasi vakuoler atau hidrofik
o Kedua proses degenerasi tersebut masih reversible.
o Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible disebut degenerasi
o Reaksi sel terhadap jejas yang ireversible menuju kematian disebut nekrosis
8. Infiltrasi
Bentuk retrogresi dgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk mengalami jejas langsung jika melampaui batas maka sel akan pecah.) akan ditanggulangi oleh system makrofag.
D. SEL YANG DISERANG
Pengaruh stimulus yang menyebabkan cidera sel pada sel :
1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi metabolisme atau lebih di dalam sel
2. Kelainan fungsi, ( missal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau lainnya)
kelainan dan kerusakan biokimia pada sel mengakibatkan Cidera fungsi. Tetapi tidak semua, jika sel banyak cidera, memiliki cadangan yg cukup sel tidak akan mengalami gangguan fungsi yg berarti.
3. Perubahan morfologis sel.yg menyertai kelainan biokimia dan kelainan fungsi.
Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara fungsional terganggu namun secara morfologis tidak memberikan petunjuk adanya kerusakan.
4. Pengurangan massa atau penyusutan
Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi.lebih kecil dari normal.
F. PERUBAHAN MORFOLOGI PADA SEL YG CIDERA SUBLETAL.
perubahan morfologis pada Sel cidera
Perubahan pada sel cidera sub letal bersifat reversible. Yaitu jika rangsangan dihentikan, maka sel kematian akan kembali sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak dihentikan sel.
Perubahan sub letal pada sel disebut degenerasi atau perubahan degeneratif.
Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cidera letal.
Bentuk perubahan degeneratif sel :
1. pembengkakan sel
2. Penimbunan lipid intra sel
DEGENERASI DAN NEKROTIK SEL
a. degenerisi dan infiltrasi
b. nekrosis/kematian sel
- perubahan morfologi pada nekrosis
- perkembangan jaringan nekrotik
- ganggren
c. kematian somatic dan perubahan post morfem.
REAKSI SEL TERHADAP JEJAS
A. Sel Yg Diserang
Pengaruh stimulus penyebab cidera sel terhadap sel :
1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi metabolisme atau lebih di dalam sel
2. Kelainan fungsi, ( missal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau lainnya)
3. Perubahan morfologis sel.yg menyertai kelainan biokimia dan kelainan fungsi.
Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara fungsional terganggu namun secara morfologis tidak memberikan petunjuk adanya kerusakan.
8. Pengurangan massa atau penyusutan
Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi.lebih kecil dari normal.
Bentuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :
berdasarkan perubahan fungsi atau struktur sel :
1. retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang kompleks).
2. Progresif, (berkelanjutan, berjalan terus keadaan yang lebih buruk untuk penyakit)
3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi
B. Morfologi Jejas:
1. Pada jejas reversible :
- Membran sel menggelembung
- Pembengkakan umum (sitoplasma)
- Penggumpalan kromatin inti
- Autofagi oleh lisosom
- Penggumpalan partikel intramembran
- Pembengkakan ER
- Kebocoran ribosom
- Pembengkakan mitokondria
- Pemadatan kecil-kecil pada mitokondria
2. Pada jejas irreversible
- Kelainan (defek) membrane sel
- Gambaran myelin pada membrane sel
- Inti mengalami : piknosis atau kariolisis atau karioreksis
- Lisosom pecah dan autolisis
- Lisis ER
- Pembengkakan mitokondria menurun
- pemadatan besar pada mitokondria.
Degenerasi
Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraselular yang disertai perubahan morfologik akibat jejas non fatal pada sel.
“Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible”
Pada degenerasi terjadi proses:
Penimbunan (storage) atau akumulasi cairan atau zat dalam organel sel.
Secara mikroskopik akan tampak :
- Pembengkakan sel, jika sel tidak mampu mempertahankan homeostatis ion dan cairan.
- Perubahan berlemak ( terutama pada sel-sel yg terlibat dan tergantung pd metabolisme lemak : hepatosit dan sel-sel miokardium)
Bentuk perubahan degeneratif sel :
1. Pembengkakan sel
2. Penimbunan lipid intra sel
Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cidera letal.
Infiltrasi
Bentuk retrogresi dgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk mengalami jejas langsung seperti pd degenerasi).
Dalam keadaan normal zat metabolit (glukosa, lipid, asam amino) berada dal sitoplasma, jika zat metabolit tersebut melampaui batas maka sel akan pecah.
Nekrosis/kematian sel
“Sebuah atau sekelompok sel atau jaringan mati pada hospes yang hidup. Merupakan kematian sel local.”
“ Perubahan morfologi sebagai akibat tindakan degradasi progresif oleh enzim-enzim sel yg terjejas letal.”
Jika cedera cukup hebat maka sel akan mencapai sel tidak lagi mampu tidaksuatu titik “ point of no renturn” sel mati.mengkompensasi dan dapat melangsungkan metabolisme
Dua proses penting yg menunjukan perubahan nekrosis : yaitu :
a. Digestif enzimatik sel, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis ( enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abses.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
Dua bentuk nekrosis
lebih menyolok pada sel nekrotik akan terjadi nekrosis lekuefaktif.Jika proses digestif enzimatik sel
Jika denaturasi protein lebih menyolok akan terjadi nekrosis koagulatif
c. Perubahan yg terjadi pada jaringan yg mati.
Perubahan sel dan jaringan nekrotik
Perubahan morfologis pada sel nekrosis. :
1. Piknosis inti sel menyusut (selnya disebut piknotik) : gumpalan kecil yg hiperkromatik, dan batasnya tidak teratur dan warnanya gelap.
2. Karioreksis: inti sel hancur, serta terdapat pecahan2 zat kromatin di sitoplasma.
3. Kariolisis : sel hilang
Penampilan morfologis jaringan nekrotik:
1. Nekrosis Koagulatif ( pada nekrosis akibat hilangnya suplai darah): Jika enzim litik sel mati dihambat oleh keadaan local maka sel nekrotik selam beberapaakan mempertahankan bentuknya paling sering dijumpai. waktu.
Contoh : pada infark miokardium
2. Nekrosis liquefaktiva: jaringan nekrotik sedikit demi sedikit mencair oleh enzim. Sering terjadi pada otak yang nekrotik
Contoh pada sel mati hipoksia pada susunan saraf pusat.
3. Nekrosis kaseosa, Sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahan-pecahan sel nya tetap ada selam betahun-tahun. . missal pada tuberculosis.
4. Nekrosis lemak , akibat trauma langsung pd jaringan lemak.
Perkembangan Jaringan Nekrotik
Nekrosis :
timbul respon peradangan
jaringan , jaringan nekrotik hancur dan hilang.
Proses perbaikan dgn regenerasi sel-sel yg hilang atau dgn pembentukan jaringan parut
Akibat nekrosis
1. Kehilangan fungsi : missal :deficit neurologis
2. Menjadi fous infeksi, medium pembiakan mikroorganisme tertentupenyebaran
3. Perubahan2 sistemik tertentu : demam, leukositosis
4. pengeluaran enzim-enzim yg dikandungnya ke dalam darah akibat sel mati dan peningkatan permiabelitas membhran.
Kepustakaan :
1. Pringgoutomu, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (umum), Edisi 1. Jakarta. Sagung Seto.
2. Robbins, 1995 Buku Ajar Patologi I, Edisi 4. Jakarta. EGC
3. Price SA dan Wilson LM, 1995 Patofisiologi, Konsep Klinik Proses- Proses Penyakit, Jakarta. EGC
4. Ramali A, 1990. Kamus kedokteran, Jakarta, Jtambatan.
Susunan jaringan /populasi berbagai organ tubuh , tdd :
a. Parenkim, yaitu polpulasi sel organ tubuh yg berdeferensiasi menjadi unsure penting.
b. Stroma , yaitu jaringan yg merupakan zat dasar yang bersifat sebagai penyangka (kerangka)
c. Matrik, yaitu substansi interseluler dalam jaringan – organ.
Berdasarkan fungsi, sel digolongkan sbb:
a. Sel epitel
b. Sel jaringan penghubung
Prekursor sel jaringan penghubung yaitu ; fibroblast yg dapat bereferensiasi menjadi sel mesenkim jenis lain seperti sel lemak, sel otot polos, sel tulang dan sel tulang rawan.
Sel darah juga beasal dari jaringan penghubung yg berada dlm jaringan myeloid sum-sum tulang.
c. Sel jaringan otot
d. Sel jaringan saraf.
gagal jantung
Gagal Jantung (Decompensatio Cordis)
Pendahuluan
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun (Fathoni, 2007). Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita ( Sugeng dan Sitompul, 2003).
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng dan Sitompul, 2003).
Definisi Klinik Gagal Jantung
Merupakan sindroma klinik yang terdiri dari sesak napas dan rasa cepat lelah yang disebabkan oleh kelainan jantung (Purwaningtyas, 2007).
Klasifikasi Fungsional (NYHA)
1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat.
2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang.
3. III bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang ringan.
4. IV bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sangat ringan dan pada waktu istirahat (Purwaningtyas, 2007).
Etiologi
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Chandrasoma, 2006).
Patofisiologi
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat :
(1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis,
(2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron,
(3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain :
(1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite,
(2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis,
(3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium,
(4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite,
(5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air,
(6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite,
(7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite,
(8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).
Gambaran Klinik
Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah rendah terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung sistemik normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat. Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi kanan.
Gambaran klinik gagal curah rendah kanan : hepatomegali, peningkatan vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah kiri : edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru, dispnea waktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan.
Gagal curah tinggi kanan : kematian mendadak, penurunan aliran arteri pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri : kematian mendadak, syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan, vasokontriksi ginjal, retensi cairan, edema (Chandrasoma, 2006; Sugeng dan Sitompul, 2003).
Pemeriksaan
Diagnosis klinik berdasar pada riwayat klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG, foto rontgen thorax, ekokardiografi, pemeriksaan radionuklir, dan pemeriksaan invasif (Jota, 2002; Kertohoesodo, 1987)
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis gagal jantung dibagi 2 menjadi kriteria utama dan kriteria tambahan. Kriteria utama : dispnea paroxismal nokturnal (PND), kardiomegali, gallop S-3, peningkatan tekanan vena, reflex hepatojugular, ronkhi. Kriteria tambahan : edem pergelangan kaki, batuk malam hari, dispnea waktu aktivitas, hepatomegali, efusi pleura, takikardi. Diagnosis ditetapkan atas adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditambah 2 kriteria tambahan (Fathoni, 2007).
Penatalaksanaan
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek : mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari.
Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur (Nugroho, 2009). Beban awal dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika, nitrat, atau vasodilator lainnya. Beban akhir dikurangi dengan obat-obat vasodilator, seperti ACE-inhibitor, hidralazin. Kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan obat ionotropik seperti digitalis, dopamin, dan dobutamin (Sugeng dan Sitompul, 2003).
Daftar Pustaka
1. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
2. Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Dalam : CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS.
3. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC.
4. Jota, Santa. 2002. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
5. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit UI.
6. Masud, Ibnu. 1992. Dasar-Dsar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.
7. Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Surakarta : Slide Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS.
8. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
9. Purwaningtyas, Niniek. 2007. Gagal Jantung (Decompensatio Cordis). Dalam : Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05 FKUNS.
10. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
11. Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Pendahuluan
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun (Fathoni, 2007). Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita ( Sugeng dan Sitompul, 2003).
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng dan Sitompul, 2003).
Definisi Klinik Gagal Jantung
Merupakan sindroma klinik yang terdiri dari sesak napas dan rasa cepat lelah yang disebabkan oleh kelainan jantung (Purwaningtyas, 2007).
Klasifikasi Fungsional (NYHA)
1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat.
2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang.
3. III bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang ringan.
4. IV bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sangat ringan dan pada waktu istirahat (Purwaningtyas, 2007).
Etiologi
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Chandrasoma, 2006).
Patofisiologi
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat :
(1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis,
(2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron,
(3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain :
(1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite,
(2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis,
(3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium,
(4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite,
(5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air,
(6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite,
(7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite,
(8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).
Gambaran Klinik
Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah rendah terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung sistemik normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat. Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi kanan.
Gambaran klinik gagal curah rendah kanan : hepatomegali, peningkatan vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah kiri : edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru, dispnea waktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan.
Gagal curah tinggi kanan : kematian mendadak, penurunan aliran arteri pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri : kematian mendadak, syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan, vasokontriksi ginjal, retensi cairan, edema (Chandrasoma, 2006; Sugeng dan Sitompul, 2003).
Pemeriksaan
Diagnosis klinik berdasar pada riwayat klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG, foto rontgen thorax, ekokardiografi, pemeriksaan radionuklir, dan pemeriksaan invasif (Jota, 2002; Kertohoesodo, 1987)
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis gagal jantung dibagi 2 menjadi kriteria utama dan kriteria tambahan. Kriteria utama : dispnea paroxismal nokturnal (PND), kardiomegali, gallop S-3, peningkatan tekanan vena, reflex hepatojugular, ronkhi. Kriteria tambahan : edem pergelangan kaki, batuk malam hari, dispnea waktu aktivitas, hepatomegali, efusi pleura, takikardi. Diagnosis ditetapkan atas adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditambah 2 kriteria tambahan (Fathoni, 2007).
Penatalaksanaan
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek : mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari.
Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur (Nugroho, 2009). Beban awal dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika, nitrat, atau vasodilator lainnya. Beban akhir dikurangi dengan obat-obat vasodilator, seperti ACE-inhibitor, hidralazin. Kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan obat ionotropik seperti digitalis, dopamin, dan dobutamin (Sugeng dan Sitompul, 2003).
Daftar Pustaka
1. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
2. Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Dalam : CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS.
3. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC.
4. Jota, Santa. 2002. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
5. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit UI.
6. Masud, Ibnu. 1992. Dasar-Dsar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.
7. Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Surakarta : Slide Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS.
8. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
9. Purwaningtyas, Niniek. 2007. Gagal Jantung (Decompensatio Cordis). Dalam : Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05 FKUNS.
10. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
11. Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Saturday, May 2, 2009
(ENSEFALOPATI, HIPOKSIK ISKEMIK)
HYPOXIC ISCHAEMIC ENCEPHALOPHATY
(ENSEFALOPATI, HIPOKSIK ISKEMIK)
ABSTRACT
In spite of major advances in monitoring technology and knowledge of fetal and neonatal pathologies, perinatal asphyxia, hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE), remains a serious condition causing significant mortality and long-term morbidity. Brain hypoxia and ischemia from systemic hypoxemia and reduce CBF are the primary triggering events for HIE, treatment of seizure is an essential component of management. No specific therapy for HIE. Accurate prediction of long-term complications is difficult.
ABSTRAK
Walaupun telah banyak dicapai kemajuan teknologi di bidang teknologi monitoring dan patofisiologi perinatal asfiksia pada janin dan neonatus, Ensefalopati hipoksik iskemik masih merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas jangka panjang.
Ensefalopati hipoksik iskemik terutama di picu oleh keadaan hipoksik otak, iskemik oleh karena hipoksik sistemik dan penurunan aliran darah ke otak. Tidak terdapat terapi spesifik pada ensefalopati hipoksik iskemik.
Kata kunci : Hypoxic Ischaemic Encephalophaty
Anoksia adalah istilah yang menunjukkan akibat tidak adanya suplai oksigen yang disebabkan oleh beberapa sebab primer. Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi oksigen dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan penurunan aliran darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ tersebut.
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel pada Susunan Saraf Pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan berupa palsi cerebral atau defisiensi mental. (1)Angka kejadian HIE berkisar 0,3-1,8%. Australia (1995), angka kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada menit pertama terjadi pada 2,8% bayi lahir hidup dan AS 5 pada menit ke 5 pada 0,3% bayi lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental permanent (2).
Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis dan kegagalan fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan hematologi) yang konsisten.
Faktor-faktor resiko :
1. Hipertensi selama kehamilan atau pre-eklampsia
2. Restriksi pertumbuhan intra-uterin
3. Terlepasnya plasenta
4. Anemia fetus
5. Postmaturitas
6. Persalinan non fisiologis
7. Malpresentasi termasuk vasa previa
Etiologi (3):
Hipoksia pada fetus disebabkan
1. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2
2. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau tekanan uterus pada vena cava dan aorta.
3. Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitosin berlebihan akan menyebabkan tetani.
4. Plasenta terlepas dini
5. Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat
6. Vasokonstriksi pembuluh darah uterus karena kokain
7. Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date
Deteksi bayi resiko tinggi untuk terjadi asphyxia perinatal :
Dikatakan hanya 50% bayi yang membutuhkan resusitasi pada saat persalinan dapat diprediksi dengan riwayat antenatal atau tanda klinis pada saat persalinan. Beberapa prediktor yang dapat digunakan untuk memprediksi Apgar Score yang rendah adalah :
1. Penghitungan pergerakan fetus (sensitivitas 12-50%, spesifisitas 91-97%)
2. Tes non-stress (sensitivitas 14-59%, spesifisitas 79-97%)
3. Profil biofisikal fetus
4. Kelainan detak jantung janin (sensitivitas 31%, spesifisitas 93%)
5. pH darah fetus (pH menurun sensitivitas 31%, pH meningkat spesifisitas 93%)
6. Penurunan volume amnion
7. Adanya mekoneum dalam amnion
Insufisiensi plasenta mungkin tidak terdeteksi pada pemeriksaan klinis.
Adanya hipoksia kronis intrauterin menyebabkan retardasi pertumbuhan fetus tanpa tanda-tanda distress fetal (misalnya bradikardia). Doppler umbilical waveform velocimetry (yang memperlihatkan tahanan vaskuler fetus) dan cordocentesis (menggambarkan hipoksia fetus) dapat digunakan untuk mendeteksi hipoksia kronik fetus. Kontraksi uterus menimbulkan penurunan konsentrasi oksigen, depresi sistim kardiovaskuler dan CNS dan menyebabkan Apgar Score rendah dan hipoksia post-natal di ruang persalinan.
Setelah lahir, hipoksia dapat disebabkan :
1. Anemia berat karena perdarahan atau penyakit hemolitik.
2. Renjatan akan menurunkan transport oksigen ke sel-sel penting disebabkan oleh infeksi berat, kehilangan darah bermakna dan perdarahan intrakranial atau adrenal.
3. Defisit saturasi oksigen arterial karena kegagalan pernafasan bermakna dengan sebab defek serebral, narkosis atau cedera.
4. Kegagalan oksigenasi karena CHD berat atau penyakit paru.
Patofisiologi dan patologi :
Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara (4).
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan PVL dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan skuama)(4).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL (selanjutnya akan menjadi spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan. Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada HIE berat. Excitatory asam amino mempunyai peran penting dalam patogenesis cedera asfiksia otak (5)
Manifestasi klinis :
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi irama jantung juga sering dijumpai. Pencatatan detak jantung janin secara terus menerus memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit kepala janin menunjukkan pH<7,2. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.
Derajat encephalopathy dibagi 3, secara keseluruhan resiko terjadi kematian atau kecacatan berat tergantung pada derajat HIE.
1. Derajat 1 : 1,6%
2. Derajat 2 : 24%
3. Derajat 3 : 78%
4. Ensefalopati >6 hari pada derajat 2 juga mempunyai resiko tinggi terjadi kecacatan neurologi berat.
Kelainan EEG digolongkan menjadi 3 yang masing-masing menunjukkan angka rata-rata kematian atau kecacatan berat :
1. Kelainan berat (burst suppression, low voltage atau isoelektrik) : 95%
2. Kelainan sedang (slow wave activity) : 64%
3. Kelainan ringan atau tanpa kelainan : 3,3%
Tabel 1 :Gradasi HIE pada bayi cukup bulan
Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Tingkat kesadaran
Tonus otot
Postur
Refleks tendon/klonus
Myoclonus
Refleks Moro
Pupil
Kejang
EEG
Durasi
Hasil akhir
Iritabel
Normal
Normal
Hiperaktif
Tampak
Kuat
Midriasis
Tidak ada
Normal
<24 jam
Baik Letargik
Hipotonus
Fleksi
Hiperaktif
Tampak
Lemah
Miosis
Sering terjadi
Voltage rendah yang berubah dengan kejang
24 jam – 14 hari
bervariasi Stupor, coma
Flaksid
Decerebrate
Tidak ada
Tidak tampak
Tidak ada
Tidak beraturan, refleks cahaya lemah
Decerebrate
Burst suppression to isoelektrik
Beberapa hari hingga minggu
Kematian, kecacatan berat
Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga merupakan tanda-tanda HIE. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia (6,7).
Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok kardiogenik, hipertensi persisten pulmonary, sindroma distress nafas, perforasi gastrointestinal, hematuria dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan asfiksia pada masa perinatal.
Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya disebabkan karena gagal nafas dan insufisiensi sirkulasi.
Pemeriksaan penunjang lain :
Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan tersebut tidak rutin dilakukan.
1. Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk mendeteksi kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi kelainan.
2. CT Scan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko terjadi kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang memperlihatkan hipodensitas berat atau perdarahan berat
3. Nuclear magnetic resonance: Dapat memperlihatkan struktur otak dan fungsinya dan sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit
4. Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir dengan SEP. Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang normal pada usia < 4 hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4 hari akan mempunyai kelainan pada pengamatan di usia selanjutnya.
Terapi :
Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelainan sistim organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah dilakukan (Martin AA, 1995 (5). Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis awal 20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg hingga 40-50mg/kg/hari intravena. Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari. Kadar fenobarbital yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40g/mL.
Pada beberapa percobaan dengan hewan dan manusia ditemukan keuntungan dalam hubungannya dengan hasil akhir neurologi. Cara yang digunakan disebut selective cerebral cooling yang menggunakan air dingin disekitar kepala. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk dapat merekomendasikan pengobatan ini khususnya pada bayi.
Allopurinol pada bayi prematur ternyata tidak mempunyai manfaat dalam menurunkan insiden periventrikuler leukomalasia. Dikatakan pada hewan coba, allopurinol mempunyai peranan sebagai additive cerebral cooling sebagai neuroprotektor. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk merekomendasikan penggunaan allopurinol pada neonatus dengan HIE.
Penggunaan steroid pada percobaan hewan tidak mempunyai manfaat menurunkan cedera otak. Pada serial kasus yang dilaporkan, steroid hanya menurunkan tekanan intra kranial secara temporer dan tidak memperbaiki hasil akhir penderita dengan HIE.
Prognosis :
Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan kardiopulmoner yang dapat diterapi, usia kehamilan dan beratnya derajat HIE. Apgar score rendah pada 20 menit pertama, tidak adanya pernafasan spontan pada 20 menit pertama dan adanya tanda kelainan neurologi yang menetap pada usia 2 minggu dapat digunakan sebagai faktor untuk memprediksi kemungkinan kematian atau defisit neurologi baik kognitif maupun motorik yang berat. Mati otak yang terjadi setelah diagnosis HIE ditegakkan berdasarkan penurunan kesadaran berat (koma), apnea dengan PCO2 yang meningkat dari 40 hingga >60 mmhg dan hilangnya refleks batang otak (pupil, okulocephalic, oculovestibular, kornea, muntah dan menghisap). Gejala klinis tersebut ditunjang dengan hasil EEG (1)
KEPUSTAKAAN
1. Cordes I, Roland EH, Lupton BA, et al. Early prediction of the development of microcephaly after hypoxic-ischaemic encephalopathy in the full term newborn. Pediatrics 1994.,93 :703
2. Ekert P, Perlman M, Steilin M, et al. Predicting the outcome of postasphyxial hypoxic-ischaemic encephalopathy within 4 hours of birth. J Pediatr 1997 .,131 :613
3. Bager B. Perinatally acquired brachial plexus Palsy a persisting challenge. Acta Pediatr 1997.,86 :1214
4. Perlman JM, Risser R, Broyles RS. Bilateral cystic periventricullar leucomalacia in the premature infants: Associated risk factors. Pediatrics 1998.,97 :822
5. Martin – Ancel A, Gracia-Alix A, et al. Multiple organ involvement in perinatal asphyxia. J Pediatr 1995., 127 ;786
6. Evans D, Levene M. Neonatal seizures. Arch Dis Child 1998.,78 :F70
7. Hall RT, Hall FK, Daily DK. High-dose Phenobarbital therapy in term-infants with severe perinatal asphyxia: A randomised, prospective study with three-years follow-up. J Pediatr 1998.,132 :345
(bulletin IKA No. VII Juli 2002)
(ENSEFALOPATI, HIPOKSIK ISKEMIK)
ABSTRACT
In spite of major advances in monitoring technology and knowledge of fetal and neonatal pathologies, perinatal asphyxia, hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE), remains a serious condition causing significant mortality and long-term morbidity. Brain hypoxia and ischemia from systemic hypoxemia and reduce CBF are the primary triggering events for HIE, treatment of seizure is an essential component of management. No specific therapy for HIE. Accurate prediction of long-term complications is difficult.
ABSTRAK
Walaupun telah banyak dicapai kemajuan teknologi di bidang teknologi monitoring dan patofisiologi perinatal asfiksia pada janin dan neonatus, Ensefalopati hipoksik iskemik masih merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas jangka panjang.
Ensefalopati hipoksik iskemik terutama di picu oleh keadaan hipoksik otak, iskemik oleh karena hipoksik sistemik dan penurunan aliran darah ke otak. Tidak terdapat terapi spesifik pada ensefalopati hipoksik iskemik.
Kata kunci : Hypoxic Ischaemic Encephalophaty
Anoksia adalah istilah yang menunjukkan akibat tidak adanya suplai oksigen yang disebabkan oleh beberapa sebab primer. Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi oksigen dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan penurunan aliran darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ tersebut.
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel pada Susunan Saraf Pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan berupa palsi cerebral atau defisiensi mental. (1)Angka kejadian HIE berkisar 0,3-1,8%. Australia (1995), angka kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada menit pertama terjadi pada 2,8% bayi lahir hidup dan AS 5 pada menit ke 5 pada 0,3% bayi lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental permanent (2).
Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis dan kegagalan fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan hematologi) yang konsisten.
Faktor-faktor resiko :
1. Hipertensi selama kehamilan atau pre-eklampsia
2. Restriksi pertumbuhan intra-uterin
3. Terlepasnya plasenta
4. Anemia fetus
5. Postmaturitas
6. Persalinan non fisiologis
7. Malpresentasi termasuk vasa previa
Etiologi (3):
Hipoksia pada fetus disebabkan
1. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2
2. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau tekanan uterus pada vena cava dan aorta.
3. Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitosin berlebihan akan menyebabkan tetani.
4. Plasenta terlepas dini
5. Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat
6. Vasokonstriksi pembuluh darah uterus karena kokain
7. Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date
Deteksi bayi resiko tinggi untuk terjadi asphyxia perinatal :
Dikatakan hanya 50% bayi yang membutuhkan resusitasi pada saat persalinan dapat diprediksi dengan riwayat antenatal atau tanda klinis pada saat persalinan. Beberapa prediktor yang dapat digunakan untuk memprediksi Apgar Score yang rendah adalah :
1. Penghitungan pergerakan fetus (sensitivitas 12-50%, spesifisitas 91-97%)
2. Tes non-stress (sensitivitas 14-59%, spesifisitas 79-97%)
3. Profil biofisikal fetus
4. Kelainan detak jantung janin (sensitivitas 31%, spesifisitas 93%)
5. pH darah fetus (pH menurun sensitivitas 31%, pH meningkat spesifisitas 93%)
6. Penurunan volume amnion
7. Adanya mekoneum dalam amnion
Insufisiensi plasenta mungkin tidak terdeteksi pada pemeriksaan klinis.
Adanya hipoksia kronis intrauterin menyebabkan retardasi pertumbuhan fetus tanpa tanda-tanda distress fetal (misalnya bradikardia). Doppler umbilical waveform velocimetry (yang memperlihatkan tahanan vaskuler fetus) dan cordocentesis (menggambarkan hipoksia fetus) dapat digunakan untuk mendeteksi hipoksia kronik fetus. Kontraksi uterus menimbulkan penurunan konsentrasi oksigen, depresi sistim kardiovaskuler dan CNS dan menyebabkan Apgar Score rendah dan hipoksia post-natal di ruang persalinan.
Setelah lahir, hipoksia dapat disebabkan :
1. Anemia berat karena perdarahan atau penyakit hemolitik.
2. Renjatan akan menurunkan transport oksigen ke sel-sel penting disebabkan oleh infeksi berat, kehilangan darah bermakna dan perdarahan intrakranial atau adrenal.
3. Defisit saturasi oksigen arterial karena kegagalan pernafasan bermakna dengan sebab defek serebral, narkosis atau cedera.
4. Kegagalan oksigenasi karena CHD berat atau penyakit paru.
Patofisiologi dan patologi :
Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara (4).
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan PVL dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan skuama)(4).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL (selanjutnya akan menjadi spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan. Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada HIE berat. Excitatory asam amino mempunyai peran penting dalam patogenesis cedera asfiksia otak (5)
Manifestasi klinis :
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi irama jantung juga sering dijumpai. Pencatatan detak jantung janin secara terus menerus memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit kepala janin menunjukkan pH<7,2. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.
Derajat encephalopathy dibagi 3, secara keseluruhan resiko terjadi kematian atau kecacatan berat tergantung pada derajat HIE.
1. Derajat 1 : 1,6%
2. Derajat 2 : 24%
3. Derajat 3 : 78%
4. Ensefalopati >6 hari pada derajat 2 juga mempunyai resiko tinggi terjadi kecacatan neurologi berat.
Kelainan EEG digolongkan menjadi 3 yang masing-masing menunjukkan angka rata-rata kematian atau kecacatan berat :
1. Kelainan berat (burst suppression, low voltage atau isoelektrik) : 95%
2. Kelainan sedang (slow wave activity) : 64%
3. Kelainan ringan atau tanpa kelainan : 3,3%
Tabel 1 :Gradasi HIE pada bayi cukup bulan
Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Tingkat kesadaran
Tonus otot
Postur
Refleks tendon/klonus
Myoclonus
Refleks Moro
Pupil
Kejang
EEG
Durasi
Hasil akhir
Iritabel
Normal
Normal
Hiperaktif
Tampak
Kuat
Midriasis
Tidak ada
Normal
<24 jam
Baik Letargik
Hipotonus
Fleksi
Hiperaktif
Tampak
Lemah
Miosis
Sering terjadi
Voltage rendah yang berubah dengan kejang
24 jam – 14 hari
bervariasi Stupor, coma
Flaksid
Decerebrate
Tidak ada
Tidak tampak
Tidak ada
Tidak beraturan, refleks cahaya lemah
Decerebrate
Burst suppression to isoelektrik
Beberapa hari hingga minggu
Kematian, kecacatan berat
Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga merupakan tanda-tanda HIE. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia (6,7).
Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok kardiogenik, hipertensi persisten pulmonary, sindroma distress nafas, perforasi gastrointestinal, hematuria dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan asfiksia pada masa perinatal.
Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya disebabkan karena gagal nafas dan insufisiensi sirkulasi.
Pemeriksaan penunjang lain :
Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan tersebut tidak rutin dilakukan.
1. Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk mendeteksi kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi kelainan.
2. CT Scan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko terjadi kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang memperlihatkan hipodensitas berat atau perdarahan berat
3. Nuclear magnetic resonance: Dapat memperlihatkan struktur otak dan fungsinya dan sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit
4. Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir dengan SEP. Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang normal pada usia < 4 hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4 hari akan mempunyai kelainan pada pengamatan di usia selanjutnya.
Terapi :
Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelainan sistim organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah dilakukan (Martin AA, 1995 (5). Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis awal 20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg hingga 40-50mg/kg/hari intravena. Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari. Kadar fenobarbital yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40g/mL.
Pada beberapa percobaan dengan hewan dan manusia ditemukan keuntungan dalam hubungannya dengan hasil akhir neurologi. Cara yang digunakan disebut selective cerebral cooling yang menggunakan air dingin disekitar kepala. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk dapat merekomendasikan pengobatan ini khususnya pada bayi.
Allopurinol pada bayi prematur ternyata tidak mempunyai manfaat dalam menurunkan insiden periventrikuler leukomalasia. Dikatakan pada hewan coba, allopurinol mempunyai peranan sebagai additive cerebral cooling sebagai neuroprotektor. Penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk merekomendasikan penggunaan allopurinol pada neonatus dengan HIE.
Penggunaan steroid pada percobaan hewan tidak mempunyai manfaat menurunkan cedera otak. Pada serial kasus yang dilaporkan, steroid hanya menurunkan tekanan intra kranial secara temporer dan tidak memperbaiki hasil akhir penderita dengan HIE.
Prognosis :
Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan kardiopulmoner yang dapat diterapi, usia kehamilan dan beratnya derajat HIE. Apgar score rendah pada 20 menit pertama, tidak adanya pernafasan spontan pada 20 menit pertama dan adanya tanda kelainan neurologi yang menetap pada usia 2 minggu dapat digunakan sebagai faktor untuk memprediksi kemungkinan kematian atau defisit neurologi baik kognitif maupun motorik yang berat. Mati otak yang terjadi setelah diagnosis HIE ditegakkan berdasarkan penurunan kesadaran berat (koma), apnea dengan PCO2 yang meningkat dari 40 hingga >60 mmhg dan hilangnya refleks batang otak (pupil, okulocephalic, oculovestibular, kornea, muntah dan menghisap). Gejala klinis tersebut ditunjang dengan hasil EEG (1)
KEPUSTAKAAN
1. Cordes I, Roland EH, Lupton BA, et al. Early prediction of the development of microcephaly after hypoxic-ischaemic encephalopathy in the full term newborn. Pediatrics 1994.,93 :703
2. Ekert P, Perlman M, Steilin M, et al. Predicting the outcome of postasphyxial hypoxic-ischaemic encephalopathy within 4 hours of birth. J Pediatr 1997 .,131 :613
3. Bager B. Perinatally acquired brachial plexus Palsy a persisting challenge. Acta Pediatr 1997.,86 :1214
4. Perlman JM, Risser R, Broyles RS. Bilateral cystic periventricullar leucomalacia in the premature infants: Associated risk factors. Pediatrics 1998.,97 :822
5. Martin – Ancel A, Gracia-Alix A, et al. Multiple organ involvement in perinatal asphyxia. J Pediatr 1995., 127 ;786
6. Evans D, Levene M. Neonatal seizures. Arch Dis Child 1998.,78 :F70
7. Hall RT, Hall FK, Daily DK. High-dose Phenobarbital therapy in term-infants with severe perinatal asphyxia: A randomised, prospective study with three-years follow-up. J Pediatr 1998.,132 :345
(bulletin IKA No. VII Juli 2002)
Critickal thinking in nursing
BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
(CRITIKCAL THINKING IN NURSING).
Ilustrasi :
Sebelum mengambil keputusan untuk membaca sesuatu, anda tentu sudah berfikir tentang itu.
Berdasarkan keputusan anda untuk membaca buku, adakah itu melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu, atau mendengar, apa yang anda lihat sebelumnya ?.
Sebelum mulai membaca teks, anda harus berfikir :
• Apakah sekarang saya membaca atau nonton TV ?
• Akapah saya ingin berbaring di tempat tidur atau membaca sambil duduk ?
• Apakah saya memerlukan lampu penerangan atau cukup tanpa perlu lampu ?
Pertanyaan ini memerlukan pemikiran dan jawaban.
Bagaimana pertimbangan anda pada semua pilihan dan berfikir sebelum memilih model untuk belajar.
Tiap-tiap pilihan di atas memerlukan metoda berfikir yang berbeda.
Berfikir
proses yang tidak statis
berubah setiap saat/hari.
Proses berfikir bersifat dinamis.
Semua tindeakan keperawatan memerlukan proses berfikir.
Berfikir kritis dalam keperawatan adalah komponen dasar dalam pertanggunggugatan profesional dan kualitas asuhan keperawatan
Berfikir kritis
jaminan yang terbaik bagi perawat mencapai sukses dalam berbagai aktifitas.
BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
Berfikir kritis perlu bagi perawat :
1. Penerapan profesionalisme.
2. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan askep.
Seorang pemikir yang baik tentu juga seorang perawat yang baik.
Diperlukan perawat, karena :
• Perawat setiap hari mengambil keputusan.
• Perawat menggunakan keterampilan berfikir :
1. Menggunakan pengetahuan dari berbagai sumbjek dan lingkungannya
2. menangani perubahan yang berasal dari stressor lingkungan
3. penting membuat keputusan.
Mz.Kenzie à Critical thinking : Ditujukan pada situasi, rencana, aturan yang terstandar dan mendahului dalam pembuatan keputusan.
Critical thinking à Investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi, phenomena, pertanyaan, atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan secara terintegrasi.
Critical thinking : Pengujian yang rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argumen, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktifitas (Bandman and Bandman, 1988).
Pengujian berdasarkan alasan ilmiah, pengembilan keputusan dan kreatifitas.
Asumsi berfikir (Think) :
komponen dasar• Berfikir, perasaan dan berbuat dilakukan bersama/sejalan keperawatan.
Berfikir tanpa melakukan sesuatu adalah sia-sia
Bekerja tanpa berfikir adalah sangat berbahaya
sesuatu yang tidak mungkinBerfikir /berbuat tanpa diserta perasaan
metoda berfikir kritis :Freely
debate .
1. lndividual decision Group
2. Persuasi
3. Propaganda
4. Coercion
Karakteristik berfikir kritis :
• Proses pengetahuan multi dimensi
• Orientasi pada proses
• Kerangka interpretasi pengetahuan, tantangan, pengambilan keputusan, hipotesa dan memodifikasi
Proses berfikir kritis :
1. Memahami
2. Mengevaluasi isi dan bagan isi
3. Mempertanyakan-menjawab-bertanya-menjawab-dst.
4. Membangun pertanyaan : Pemicu proses berkelanjutan yaitu proses untuk mencari jawaban dengan kemungkinan :
a.Ada jawaban-pertanyaan jawaban
b.Tak terdapat jawaban-masalah.
5. Titik jawab - upaya pencarian - mencari jawaban melalui rangkaian kegiatan -Riset.
Model berfikir kritis (The Six Rs) :Costa, Dkk (1985)
1. Remembering
2. Repeating
3. Reasoning
4. Reorganizing
5. Relating
6. Reflecting
5 bentuk berfikir ( T H I N K )
Total Recall :
Kemampuan mengkaji pengetahuan, dengan pengetahuan itu seseorang belajar dan menanamkan
Ada yg. Sangat luas wawasannya-sangat mengetahui.
perawat pemula yang sedikit pengetahuannya tentang keperawatan.Kurang wawasan
Total recall :
- mengingat fakta-fakta
- mengingat dimana dan mengapa menemukan sesuatu yang diperlukan
- Fakta dalam keperawatan diperoleh dari berbagai sumber termasuk pasien dan keluarganya.
Habits :
Apabila tindakan kebiasaan tidak ada, maka sama dengan berbuat tanpa diterima untuk mengerjakan sesuatu pada waktu yg. Tepat atauberfikir. keharusan mengerjakan.
sering digunakan dalam keperawatan.Cardiopulmonary resuscitation (CPR)
Inquiry :
- menguji isue secara mendalam.
- Pertanyaan yang segera menjadi kenyataan
- Cara berfikir yang utama dalam keputusan
- Keputusan akan lebih akurat bila menggunakan pendekatan inquiry
- Pengumpulan dan analisa info untuk keputusan akan lebih baik.
News ideas and creativity :
- Akar yang perlu dikembangkan dalam keperawatan
- Keperawatan memiliki banyak standar yang dapat menjamin pekerjaan lebih baik. tetapi tidak selalu dapat dilakukan. OKI perawat harus askep lebihbelajar lebih banyak guna memperoleh informasi baru berkualitas.
Knowing how you think :
- Jika perawat berada dalam suatu proses mengetahui, maka peraswat akan dapat mengetahui apa yang difikirkan.
Ada 4 hal pokok penerapan berfikir kritis dalam keperawatan
1.Penggunaan bahasa dalam keperawatan :
Berfikir kritis ad/ kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif.
- perawat menggunakan bahasa verbal dan nonverbal dalam mengekspresikan idea, fikiran, info, fakta, perasaan, keyakinan dan sikapnya terhadap klien, sesama perawat, profesi.
- Secara nonverbal saat melakukan pedokumentasian keperawatan.
2. Argumentasi dalam keperawatan Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk menenukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan penjelasan, mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan.
argumentasi terkait dg. konsep berfikir dalam keperawatan :Badman and Badman (1988)
1. berhubungan dengan situasi perdebatan.
2. Debat tentang suatu isu
3. Upaya untuk mempengaruhi individu/kelompok
4. Penjelasan yang rasional
3. Pengambilan keputusan dalam keperawatan
Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.
Keputusan apa yang harus kita lakukan
4. Penerapan Proses Keperawatan
Perawat berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan
a. Pengkajian :
- mengumpulkan data dan validasi.
berfikir kritis.- Perawat melakukan observasi dalam pengumpulan data
menggunakan ilmu-ilmu lain yang terkait.- Mengelola dan mengkatagorikan data
b. Perumusan diagnosa keperawatan :
- Tahap pengambilan keputusan yang paling kritis.
- Menentukan masalah dan argumen secara rasional
- Lebih terlatih, lebih tajam dalam dalam masalah
c. Perencanaan keperawatan :
- menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang diharapkan
- keterampilan guna mensintesa ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan
d. Pelaksanaan keperawatan :
- pelaksanaan tindakan keperawatan adalkah keterampilan dalam menguji hipotesa.
- Tindakasn nyata yang menentukan tingkat keberhasilan
e. Evaluasi keperawatan :
-Mengkaji efektifitas tindakan
-Perawat harus dapat mengambil keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien
-Perlukah diulangi
(CRITIKCAL THINKING IN NURSING).
Ilustrasi :
Sebelum mengambil keputusan untuk membaca sesuatu, anda tentu sudah berfikir tentang itu.
Berdasarkan keputusan anda untuk membaca buku, adakah itu melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu, atau mendengar, apa yang anda lihat sebelumnya ?.
Sebelum mulai membaca teks, anda harus berfikir :
• Apakah sekarang saya membaca atau nonton TV ?
• Akapah saya ingin berbaring di tempat tidur atau membaca sambil duduk ?
• Apakah saya memerlukan lampu penerangan atau cukup tanpa perlu lampu ?
Pertanyaan ini memerlukan pemikiran dan jawaban.
Bagaimana pertimbangan anda pada semua pilihan dan berfikir sebelum memilih model untuk belajar.
Tiap-tiap pilihan di atas memerlukan metoda berfikir yang berbeda.
Berfikir
proses yang tidak statis
berubah setiap saat/hari.
Proses berfikir bersifat dinamis.
Semua tindeakan keperawatan memerlukan proses berfikir.
Berfikir kritis dalam keperawatan adalah komponen dasar dalam pertanggunggugatan profesional dan kualitas asuhan keperawatan
Berfikir kritis
jaminan yang terbaik bagi perawat mencapai sukses dalam berbagai aktifitas.
BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
Berfikir kritis perlu bagi perawat :
1. Penerapan profesionalisme.
2. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan askep.
Seorang pemikir yang baik tentu juga seorang perawat yang baik.
Diperlukan perawat, karena :
• Perawat setiap hari mengambil keputusan.
• Perawat menggunakan keterampilan berfikir :
1. Menggunakan pengetahuan dari berbagai sumbjek dan lingkungannya
2. menangani perubahan yang berasal dari stressor lingkungan
3. penting membuat keputusan.
Mz.Kenzie à Critical thinking : Ditujukan pada situasi, rencana, aturan yang terstandar dan mendahului dalam pembuatan keputusan.
Critical thinking à Investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi, phenomena, pertanyaan, atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan secara terintegrasi.
Critical thinking : Pengujian yang rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argumen, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktifitas (Bandman and Bandman, 1988).
Pengujian berdasarkan alasan ilmiah, pengembilan keputusan dan kreatifitas.
Asumsi berfikir (Think) :
komponen dasar• Berfikir, perasaan dan berbuat dilakukan bersama/sejalan keperawatan.
Berfikir tanpa melakukan sesuatu adalah sia-sia
Bekerja tanpa berfikir adalah sangat berbahaya
sesuatu yang tidak mungkinBerfikir /berbuat tanpa diserta perasaan
metoda berfikir kritis :Freely
debate .
1. lndividual decision Group
2. Persuasi
3. Propaganda
4. Coercion
Karakteristik berfikir kritis :
• Proses pengetahuan multi dimensi
• Orientasi pada proses
• Kerangka interpretasi pengetahuan, tantangan, pengambilan keputusan, hipotesa dan memodifikasi
Proses berfikir kritis :
1. Memahami
2. Mengevaluasi isi dan bagan isi
3. Mempertanyakan-menjawab-bertanya-menjawab-dst.
4. Membangun pertanyaan : Pemicu proses berkelanjutan yaitu proses untuk mencari jawaban dengan kemungkinan :
a.Ada jawaban-pertanyaan jawaban
b.Tak terdapat jawaban-masalah.
5. Titik jawab - upaya pencarian - mencari jawaban melalui rangkaian kegiatan -Riset.
Model berfikir kritis (The Six Rs) :Costa, Dkk (1985)
1. Remembering
2. Repeating
3. Reasoning
4. Reorganizing
5. Relating
6. Reflecting
5 bentuk berfikir ( T H I N K )
Total Recall :
Kemampuan mengkaji pengetahuan, dengan pengetahuan itu seseorang belajar dan menanamkan
Ada yg. Sangat luas wawasannya-sangat mengetahui.
perawat pemula yang sedikit pengetahuannya tentang keperawatan.Kurang wawasan
Total recall :
- mengingat fakta-fakta
- mengingat dimana dan mengapa menemukan sesuatu yang diperlukan
- Fakta dalam keperawatan diperoleh dari berbagai sumber termasuk pasien dan keluarganya.
Habits :
Apabila tindakan kebiasaan tidak ada, maka sama dengan berbuat tanpa diterima untuk mengerjakan sesuatu pada waktu yg. Tepat atauberfikir. keharusan mengerjakan.
sering digunakan dalam keperawatan.Cardiopulmonary resuscitation (CPR)
Inquiry :
- menguji isue secara mendalam.
- Pertanyaan yang segera menjadi kenyataan
- Cara berfikir yang utama dalam keputusan
- Keputusan akan lebih akurat bila menggunakan pendekatan inquiry
- Pengumpulan dan analisa info untuk keputusan akan lebih baik.
News ideas and creativity :
- Akar yang perlu dikembangkan dalam keperawatan
- Keperawatan memiliki banyak standar yang dapat menjamin pekerjaan lebih baik. tetapi tidak selalu dapat dilakukan. OKI perawat harus askep lebihbelajar lebih banyak guna memperoleh informasi baru berkualitas.
Knowing how you think :
- Jika perawat berada dalam suatu proses mengetahui, maka peraswat akan dapat mengetahui apa yang difikirkan.
Ada 4 hal pokok penerapan berfikir kritis dalam keperawatan
1.Penggunaan bahasa dalam keperawatan :
Berfikir kritis ad/ kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif.
- perawat menggunakan bahasa verbal dan nonverbal dalam mengekspresikan idea, fikiran, info, fakta, perasaan, keyakinan dan sikapnya terhadap klien, sesama perawat, profesi.
- Secara nonverbal saat melakukan pedokumentasian keperawatan.
2. Argumentasi dalam keperawatan Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk menenukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan penjelasan, mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan.
argumentasi terkait dg. konsep berfikir dalam keperawatan :Badman and Badman (1988)
1. berhubungan dengan situasi perdebatan.
2. Debat tentang suatu isu
3. Upaya untuk mempengaruhi individu/kelompok
4. Penjelasan yang rasional
3. Pengambilan keputusan dalam keperawatan
Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.
Keputusan apa yang harus kita lakukan
4. Penerapan Proses Keperawatan
Perawat berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan
a. Pengkajian :
- mengumpulkan data dan validasi.
berfikir kritis.- Perawat melakukan observasi dalam pengumpulan data
menggunakan ilmu-ilmu lain yang terkait.- Mengelola dan mengkatagorikan data
b. Perumusan diagnosa keperawatan :
- Tahap pengambilan keputusan yang paling kritis.
- Menentukan masalah dan argumen secara rasional
- Lebih terlatih, lebih tajam dalam dalam masalah
c. Perencanaan keperawatan :
- menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang diharapkan
- keterampilan guna mensintesa ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan
d. Pelaksanaan keperawatan :
- pelaksanaan tindakan keperawatan adalkah keterampilan dalam menguji hipotesa.
- Tindakasn nyata yang menentukan tingkat keberhasilan
e. Evaluasi keperawatan :
-Mengkaji efektifitas tindakan
-Perawat harus dapat mengambil keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien
-Perlukah diulangi
Subscribe to:
Posts (Atom)